Sabtu, 13 Desember 2008

Migrasi TV Digital, Tak Sekadar Berubah

Kompas Cetak, Jumat, 29 Agustus 2008 01:59 WIB

AW Subarkah

Menyongsong hari Lebaran dengan aksesori yang serba digital pada tahun-tahun mendatang nampaknya akan semakin membudaya. Bukan hanya bisa menciptakan peranti yang serba semakin ringkas dan canggih, melainkan juga akan menjadi ikon gaya hidup masa depan.
Era digital tanpa sadar sekarang ini sudah benar-benar semakin menyeruak ke segala bidang yang secara mulus menggantikan era analog. Bahkan, generasi baru sekarang sudah benar-benar terlahir dan hidup di alam digital, semua perangkat yang dikenal sudah merupakan perangkat digital.

Salah satu produk digital yang sukses menjadi ujung tombak agen perubahan ini adalah telepon seluler. Hampir setiap orang ingin memilikinya dan dari situlah transformasi ke era digital dengan mudah bisa terjadi hampir ke seluruh sendi-sendi kehidupan.
Bahkan, ponsel sudah tidak lagi hanya menjadi peranti bercakap-cakap jarak jauh, tetapi juga sudah mengambil alih sebagian tugas komputer yang menjadi perintis dunia digital dan dunia hiburan. Dari sinilah kartu memori muncul dan tumbuh serta sudah menggantikan fungsi kaset dengan lebih baik dan jauh lebih ringkas.

Sekarang yang sedang dirambah transformasi ini adalah dunia televisi. Para vendor jaringan, sebut saja Ericsson dan Nokia, menjadi penggerak. Bukan hanya kebutuhan televisi bergerak, melainkan juga pada kebutuhan layanan high definition television untuk hiburan di rumah-rumah.

Indonesia saat ini juga tengah memasuki fase awal perubahan itu atau istilahnya migrasi penyiaran dari teknologi analog ke digital. Transmisi gelombang radio yang menghantarkan informasi suara dan gambar yang dilakukan secara analog sekarang ini akan secara bertahap diganti dengan transmisi secara digital.

”Tentu bukan sekadar berubah supaya sama dengan negara lain, tetapi sebenarnya yang mahal adalah momentumnya. Migrasi analog ke digital ini tidak dilihat semata-mata dari pendekatan teknis saja, langkah-langkah ikutannya yang sangat penting dan ini juga sudah kami persiapkan sehingga momentum perubahan ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya,” kata Mohammad Nuh, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), dalam wawancara khusus dengan Kompas pekan lalu di Kantor Depkominfo, Jakarta.

Sasaran

Memang akan terjadi perubahan besar-besaran dan ini tentu merupakan kesempatan yang baik untuk melakukan pembenahan. Untuk memaknai momentum migrasi, nampaknya sudah dipersiapkan Depkominfo, setidaknya Menkominfo melihat ada tiga aspek yang bisa dilakukan.
Pertama, momentum ini akan menjadi saat yang tepat untuk melakukan pembenahan frekuensi yang dialokasikan untuk penyiaran TV. ”Masalah frekuensi yang ilegal itu bukan hanya banyak, tetapi buanyak sekali, mulai dari model bonek sampai yang mengikuti prosedur. Dengan teknologi digital akan ada digital devident sehingga dengan pembenahan ini pendapatan negara juga akan naik dengan sendirinya,” ucap Nuh.

Aspek kedua adalah mulai mengatur konten, dalam hal ini nanti yang memiliki kewenangan mutlak adalah Komisi Penyiaran Indonesia. Nanti sebuah stasiun televisi harus mengalokasikan waktunya sekian persen dari jam tayang setiap hari untuk tayangan yang berdedikasi.
Sasaran ketiga adalah mulai memisahkan antara penyedia konten (content provider) dan penyedia jaringan (network provider), di mana pada saat ini setiap stasiun televisi bertindak untuk kedua-duanya. Diharapkan, konten televisi nanti akan berkembang lebih beragam dan bahkan perusahaan penyedia konten tidak harus membangun jaringannya sendiri.
Saat ini perkembangan migrasi baru mulai pembentukan konsorsium untuk melakukan uji coba penyiaran secara digital. Sementara itu, migrasi ini secara keseluruhan diberi waktu sampai 10 tahun dari sekarang, dengan perhitungan life-time pesawat televisi akan habis selama itu sehingga masyarakat tidak terlalu dirugikan.

”Konsorsium minimal beranggotakan enam perusahaan. Kenapa enam? Kami sudah memperhitungkan dengan minimal enam anggota tidak ada konsorsium yang seluruh anggotanya merupakan satu grup perusahaan saja. Jangan ada yang memanfaatkan untuk monopoli. Selain itu, memang dalam uji coba ini satu kanal untuk enam siaran,” kata mantan Rektor Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya ini.

Melihat antusiasnya, uji coba ini diperkirakan akan ada sekitar tiga konsorsium yang akan ambil bagian. Mereka itu selain 11 stasiun televisi (10 swasta dan 1 publik), juga para pemilik jaringan telekomunikasi yang akan memanfaatkan kesempatan ini.
Untuk bisa menangkap siaran digital mulai dari uji coba nanti pesawat televisi yang dimiliki masyarakat harus menambahkan alat pengubah sinyal digital ke analog atau lazim disebut set-top box. Perangkat ini nantinya harus diproduksi perusahaan dalam negeri.

”Dalam set-top box ini nanti akan ditambahkan perangkat peringatan dini terhadap adanya bencana atau early warning system. Dengan demikian, masyarakat bisa waspada jika terjadi gempa yang dinilai BMG membahayakan keselamatan warga,” tuturnya.
Industri set-top box ini sendiri sudah menarik. Data dari buku Sistem TV Digital dan Prospeknya di Indonesia menyebutkan, pemirsa televisi di Indonesia ada lebih dari 140 juta pasang mata dari segala lapisan umur. Dengan jumlah pesawat (tentunya televisi analog) bisa mencapai 40 juta buah pesawat.

Selain set-top box untuk mengubah sinyal digital yang menggunakan teknologi Digital Video Broadcasting-Terrestrial (DVB-T) juga industri ponsel akan diuntungkan. Untuk penangkapan siaran dengan ponsel akan menggunakan teknologi DVB for Handheld (DVBH).

Tidak ada komentar: