Jumat, 20 November 2009

Tiada Gula, Semutpun Enggan Datang

Akselerasi pembangunan daerah tertinggal, khususnya pembangunan infrastruktur ICT (Information and Communication Technology), ditenggarai sangat berpengaruh bagi kemajuan pembangunan suatu bangsa. Banyak negara sedang berkonsentrasi memacu pembangunan bidang ini. Diyakini dapat menjadi satu solusi efektif bagi percepatan pembangunan daerah yang secara geografis sulit terjangkau infrastruktur jaringan telekomunikasi.

Program USO (Universal Service Obligation) merupakan program pemerintah di bidang telekomunikasi yang bertujuan mempercepat akselerasi pembangunan daerah tertinggal. Program ini dibiayai oleh para penyelenggara telekomunikasi (penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi) yang beroperasi di Indonesia. Caranya dengan melakukan pembayaran kontribusi kewajiban pelayanan universal (KKPU) kepada pemerintah setiap triwulan, yang besarnya dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun buku.

Melalui Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor: 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007, 28 PEBRUARI 2007, ditegaskan bahwa perhitungan pembayaran KKPU oleh penyelenggara telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan perhitungan sendiri (self assessment) dengan menggunakan laporan keuangan yang ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang berwenang. Pembayaran kepada pemerintah dilakukan melalui Kas BTIP, PPK-BLU (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum) melalui rekening Kepala BTIP Ditjen Postel pada Bank Pemerintah. Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor : 15 /PER/M.KOMINFO/9/2005 tanggal 30 September 2005 dimana KPPU wajib dipenuhi oleh penyelenggara telekomunikasi sebesar 0,75% dari pendapatan kotor per tahun buku.

Pemacu pertumbuhan ekonomi
Program ini dipercaya akan menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya prasarana dan sarana telekomunikasi di daerah tertinggal yang akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Berdasarkan survey yang dilakukan ITU (International Telecommunications Union) 1% pembangunan infrastruktur telekomunikasi akan men-generate pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Diharapkan melalui pembangunan telekomunikasi sebagai infrastruktur dasar, akan memacu pertumbuhan industri baru di daerah yang dibangun seperti industri pariwisata, pertanian, perikanan, industri rakyat menegah kecil, industri/jasa telekomunikasi seperti warung telekomunikasi, warung internet, layanan kesehatan jarak jauh (tele medicine), layanan belajar jarak jauh (distance learning), dll.

Saat ini program USO merupakan program yang cukup mendapat prioritas dan perhatian di sebagain besar negara di dunia, karena diyakini dapat menjadi satu solusi efektif jaringan telekomunikasi. Lebih tepatnya untuk melakukan pembangunan di daerah yang secara bisnis kurang menguntungkan bila dibangun sarana telekomunikasi. Sementara ada sebagian warga negara yang biasanya memiliki kemampuan ekonomi yang relatif rendah tinggal dan beraktifitas di daerah tersebut, yang secara langsung maupun tidak langsung tetap membutuhkan sarana komunikasi.

Negara Inggris sudah menerapkan USO sejak beberapa tahun lalu. Ofcom (office of communications) yang merupakan lembaga regulasi telekomunikasi dan penyiaran di Inggris mendifinisikan bahwa Universal Service adalah menyediakan jaringan telekomunikasi yang aman dan dapat menjamin layanan basic fixed line tersedia dengan harga yang terjangkau bagi semua warga negara Inggris. Pertimbangan keadilan sosial dan kebutuhan ekonomi merupakan dua pertimbangan bagi penyelenggaraan USO. Program yang diimplementasikan melalui Universal Service Providers (USPs) yaitu dua operator telekomunikasi BT (British Telecom) dan Kingston Communications ini menyediakan layanan untuk membantu customer warga negara Inggris yang tidak mampu dan yang tinggal di daerah remote dan rural, dimana kurang menguntungkan secara bisnis bagi operator, bila harus membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah tersebut.

Layanan yang diberikan berupa special tariff schemes bagi customer-customer yang memiliki pendapatan rendah, koneksi pada fixed network, termasuk functional internet access, reasonable geographic access pada beberapa telepon umum, dan beberapa layanan tambahan bagi para customer yang memiliki cacat tubuh termasuk layanan text relay bagi warga yang membutuhkan. Disamping itu program ini memberikan nilai tambah dengan memberikan keuntungan bagi seluruh warga negara Inggris memperoleh akses jaringan telekomunikasi yang lebih mudah dan luas, yang memungkinkan melakukan kontak atau memperoleh kontak dari lebih banyak orang. Telekomunikasi yang murah juga diyakini akan memacu pertumbuhan ekonomi di Inggris.

Tender Lelang Desa Pinter USO
Saat ini pemerintah Indonesia melalui Depkominfo sedang merampungkan tender Lelang Desa Pinter atau pengadaan fasilitas Internet di kecamatan yang dananya diambil dari pungutan USO. Melalui BTIP (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan) Ditjen Postel, pemerintah sudah membentuk Panitia Pengadaan Penyediaan Jasa Akses Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan KPU (Kewajiban Pelayanan Universal) / USO. Beberapa perusahaan penyelenggara telekomunikasi seperti Telkom, Indosat, Telkomsel, Excelcomindo, Bakrie Telkom dan beberapa operator VSAT (Very Small Aperture Terminal) seperti Aplikanusa Lintas Arta, Citra Sari Makmur, AJN Solusindo, dll terlihat ikut berpartisipasi dalam tender USO tersebut. Saat ini KPU/USO memiliki total dana anggaran yang cukup besar dan sudah memperoleh persetujuan dari menteri keuangan untuk dapat diimplementasikan secara multiyears. Paket kegiatan yang dilelangkan untuk total 38.471 desa akan terbagi ke dalam 11 blok geografis dari seluruh propinsi di Indonesia, yang disebut WPUT (Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi) mulai dari Blok WPUT I yaitu propinsi NAD, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sampai dengan WPUT XI yaitu propinsio Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Jumlah desa yang telah diolah dan teridentifikasi sebagai data WPUT tersebut bersumber dari Data Potensi Desa (Podes) tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Data hasil Pencocokan dan Penelitian (Coklit) dengan para penyelenggara telekomunikasi dan Data wilayah yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota) Tahun 2005 sampai dengan tahun 2006.

Terwujudnya Masyarakat Informasi
Program mulia ini memiliki tujuan jangka pendek, untuk memacu terwujudnya desa berdering pada tahun 2009/2010 sebanyak 38.471 desa di seluruh Indonesia. Jangka menengah yaitu terwujudnya desa berbasis internet (desa pintar) pada tahun 2015 dengan mengimplementasikan pelayanan akses informasi di seluruh kecamatan. Dan tujuan jangka panjang, terwujudnya masyarakat informasi (information society) pada tahun 2025 melalui penyelenggaraan pemusatan pelatihan, pemanfaatan akses informasi, penyelenggaraan TV broadcast (aggregated broadcast) dan Digital Broadcast berbasis kebutuhan masyarakat dan pelayanan informasi lainnya.

Banyak pihak berharap program USO ini akan sukses dan dapat memacu tumbuh dan berkembangnya perekonomian di daerah yang saat ini masih diktegorikan daerah tertinggal sehingga semakin kecil jurang ketertinggalan tingkat kehidupan antar daerah di seluruh Indonesia. Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu memanfaatkan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK).

Berdasarkan Data Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT tahun 2005, mengenai tingkat aksesibilitas informasi di Indonesia, angka akses ke Informasi sudah berkisar antara 40-50 juta saluran yang berasalal dari berbagai media akses seperti telepon tetap, telepon seluler, televisi, radio serta dari media wireless lainnya. Saat ini istilah tingkat penetrasi pengguna telepon sudah bukan menjadi indikator utama pengguna TIK namun sudah bergeser ke accessibility numbers. Bahkan lembaga seperti International Telecommunication Union (ITU) dan badan regulator dunia lainnya sudah menggunakan istilah accessibility numbers untuk menggambarkan seberapa tinggi masyarakat di suatu negara bisa mendapatkan akses informasi. Akses ke sumber informasi juga bisa bisa melalui beberapa jalur seperti melalui Internet, jaringan Satelit, TV Kabel, broadband wireless (WiFi, WiMax), TV Digital dll. Apalagi saat ini beberapa jalur tersebut sudah mulai menyatu sejalan dengan perkembangan infrastruktur konvergensi Telekomunikasi, Penyiaran dan Internet.

Untuk daerah di luar kota besar kondisinya masih sangat jauh dari memadai dalam ketersediaan akses informasinya. Kondisi inilah yang sering disebut dengan kesenjangan akses (informasi) digital atau lebih dikenal dengan istilah digital devide.

Hal ini tercermin dalam peringkat DOI (digital opportunity index) Indonesia tahun 2006 yang masih sangat rendah. Menurut data yang dibuat oleh ITU, peringkat Indonesia berada di posisi ke-105 jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina. DOI merupakan salah satu indikator perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada suatu negara, yang diukur berdasarkan pada 3 kategori yaitu peluang (opportunity), Infrastruktur (infrastructure) dan Utilitas (utilization). Tentu saja peringkat tersebut masih dapat ditingkatkan bila ada kerjasama yang berkesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Pemberdayaan sumber daya manusia dan seluruh potensi yang ada harus ditingkatkan. Hal ini agar perkembangan TIK di indonesia tidak terkonsentrasi di kota-kota besar saja, di pulau Jawa dan beberapa kota propinsi di luar Jawa, yang konon secara bisnis sangat menguntungkan karena merupakan lumbung “gula” yang sangat manis. Bila pemerintah tidak pandai untuk segera mengakselerasi pembangunan infrastruktur di pedesaan ini, maka “semut” pun enggan datang ke sana.

Minggu, 01 November 2009

Mobile TV, Solusi Multitasking Manusia Modern

Bernardus Satriyo Dharmanto


Mobile TV diperlukan oleh manusia modern, untuk mendobrak batas ruang dan waktu dalam keterbatasan pola menonton TV yang sudah terjadi selama puluhan tahun. Konten multimedianya sangat dibutuhkan untuk meng-update informasi terkini. Jamak diketahui bahwa sudah tidak jamannya lagi memiliki hanya satu televisi di rumah misalnya, karena tentu sudah tidak dapat memenuhi keinginan untuk mengisi kehidupan yang lebih berwarna, new digital lifestyle sebagai penawar dahaga dalam kehausan menikmati layanan hiburan multimedia.


Merujuk kepada Informa Telecoms & Media, Layanan mobile multimedia ini akan terus mengalami pertumbuhan pesat sejalan dengan pertumbuhan pengguna mobile phone yang meningkat tajam dari 2.6 milyar pada tahun 2006, menjadi sekitar 4.9 milyar pada tahun 2012. Hal ini akan menjadi pasar yang sangat potensial bagi penyedia layanan mobile TV ini.


Solusi mobile TV membantu tidak hanya untuk bisa menonton siaran TV saja, lebih jauh dapat meningkatkan personality dan interaksi dua arah untuk menikmati layanan multimedia, sesuai dengan apa yang menjadi keinginan kita. Hal ini dimungkinkan karena ada saluran return channel yang disediakan dalam mobile TV network ini.


Dipahami beberapa cara untuk dapat menikmati layanan mobile multimedia, pertama melalui layanan berbasis cellular network yang merupakan layanan pengiriman data dua arah. Cara kedua melalui jaringan mobile broadcasting yang menggunakan one way dedicated broadcast network. Cara lainnya adalah kombinasi keduanya menggunakan jaringan yang sudah convergent.


Layanan berbasis Cellular Network

Layanan berbasis cellular network saat ini sudah dapat dinikmati oleh para pelanggan telepon seluler di Indonesia, khususnya yang memiliki handset berkemampuan video call 3G. Layanan ini berbasis jaringan High Speed Packet Access (HSPA). Jaringan mobile telephony protocols ini dikenal mampu meningkatkan performa laju kecepatan pengiriman data pada jaringan UMTS (Universal Mobile Tellecommunication System). Dikenal ada beberapa release teknologi yang bertujuan untuk melakukan enhancements kecepatan transfer datanya, yang sudah digunakan dalam standard air interface WCDMA (Wideband Code Division Multiple Access) ini, yaitu HSDPA, HSUPA, HSPA+ dan DC-HSPA.


Beberapa operator seluler di Indonesia telah mampu memberikan layanan multimedia berbasis 3G ini, antara lain i-TV nya Indosat (LiveTV) yang saat ini dapat memberikan layanan saluran multi channel SCTV, TransTV, Indosiar, JakTV dan O-Channel. Disamping itu Dunia 3G Telkomsel juga dapat memberikan layanan mobile TV berbasis 3G dengan berbagai channel TV antara lain MetroTV, SCTV, Indosiar, O-Channel, SpaceToon, Bali TV, Makasar TV, CNBC dan Video Portal. Layanan akses siaran ini dapat dinikmati dengan tarif berbayar antara Rp. 1.000 sampai Rp. 1.650 per 30 detik.


Sementara XL memberikan tarif yang cukup kompetitif, bila dipilih paket berlangganan TV Internasional (BBC, Aljazeera, Trace TV dan Soundtrack channel) akan dikenakan biaya akses bulanan sebesar Rp. 30,000 saja dan bila berlangganan paket SCTV (SCTV dan O-Channel) cukup membayar Rp. 20.000 sebulan dan untuk menonton siaran Indosiar, sampai saat ini masih belum dikenankan biaya.


Tambahan layanan VAS (Value Added Services) berupa multimedia content inilah yang memberikan nilai tambah bisnis Telekomunikasi untuk berkompetisi lebih jauh dalam memperoleh tambahan income bisnisnya. Diyakini, semakin besar “pipa” saluran data dapat disediakan, semakin besar pula peluang memberikan layanan multimedia yang semakin murah, variatif dan interaktif kepada pelanggannya.


Disamping layanan berbasis cellular network di atas, terdapat layanan multimedia berbasis Mobile Broadcasting. Layanan berbasis teknologi digital ini menggunakan one way dedicated broadcast network. Ciri utama layanan ini antara lain menggunakan layar relatif lebih kecil (small screen), perangkat penerima bersifat mobile (mobile device), sangat concern terhadap penghematan power daya listrik (power efficient), lebih personal dan interaktif.


Layanan berbasis Mobile Broadcasting (Mobile TV)

Dikenal beberapa standar, yaitu DVB-H (Digital Video Broadcasting-Handheld), yang merupakan standar berbasis teknologi dari Eropa, DMB (Digital Multimedia Broadcasting), yang dikembangkan di Korea, One seg-ISDB (Integrated Services Digital Broadcasting) merupakan standar yang telah dikembangkan di Jepang dan Media FLO dari USA.


Layanan DVB-H yang merupakan superset dari DVB-T, dan awalnya dikenal dengan standard ETSI EN 302 304 ini sejak bulan Maret 2008 lalu telah di endorsed oleh Uni Eropa sebagai prefered technology untuk layanan terrestrial mobile broadcasting. Teknologi ini dikenal menggunakan teknik Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) dengan sistem modulasi OFDM-4K dengan sistem video kompresi MPEG4 AVC atau SMPTE VC1, dengan 2 mode yaitu 2K dan 4k yang didesign memiliki kemampuan khusus untuk menangani efek doppler. Berbeda dengan DVB-T, system ini dilengkapi dengan beberapa fitur tambahan berupa teknologi time slicing untuk mereduksi daya listrik, sehingga sangat cocok untuk melakukan penghematan battery. DVB-H ini didesign untuk bekerja pada beberapa band frequency, antara lain VHF-band III (170-230 MHz), UHF-Band IV/V (470-862 MHz) dan L-band (1.452-1.492 GHz).


DVB-H dapat memberikan solusi downstream channel dengan kecepatan data rate yang tinggi. Hal ini dapat dicapai melalui network DVB-H sendiri atau memanfaatkan jaringan telekomunikasi berbasis 3G. Saat ini perangkat penerimanya (hand held) sudah sangat mudah ditemukan di pasar dengan harga sangat kompetitif.


Standar T-DMB yang dikembangkan di Korea Selatan merupakan modifikasi aplikasi sistem radio DAB (Digital Audio Broadcasting) pada band VHF (7 MHz) dan L-Band. Standar ini menggunakan MPEG-4 part 10 (H.264) untuk pemrosesan Video dan MPEG-4 part 3 BSAC atau HE-AAC V2 untuk pemrosesan audionya. Audio dan video kemudian diencapsulate pada MPEG-2 Transport Stream (TS). Pada TS ini dilakukan pemrosesan convolitional interleaving yang kemudian dilakukan proses transmisi pada mode DAB. DMB yang mengantongi ETSI standard (TS 102 427 dan TS 102 428) ini menggunakan modulasi OFDM-DQPSK untuk meminimalisasi gangguan fading dan shadowing (gambar berbayang). Berdasarkan ujicoba di Korea Selatan, teknologi ini mampu diaplikasikan di kendaraan dan masih mampu mengirimkan signal TV dan radio tanpa gangguan, walau disiarkan dalam kecepatan sekitar 120km/jam.


DAB dipilih karena telah teruji keandalannya, di samping karena efisien dalam penggunaan frekuensi dan besaran bit-rate yang cukup untuk siaran TV digital. Satu kanal VHF (7MHz) dapat dibagi dalam empat blok. Masing-masing blok dapat digunakan untuk satu program siaran TV mobile DMB. Siaran DMB ini memiliki potensi besar untuk dikembangkan di Indonesia, namun masih harus menunggu kebijakan pemerintah, karena TVRI saat ini masih menguasai kanal frequency di band VHF.


Standar mobile TV lainnya yaitu One seg-ISDB-T, menggunakan BST-OFDM (Band Segmented Transmission - OFDM) sebagai sistem transmisinya. Mempunyai dua jenis transmisi dengan bandwidth masing-masing 5.6 MHz dan 429 kHz. Bandwidth 5.6 Mhz disegmentasi sebanyak 13 segmen dinamai Wideband ISDB-T dan 1 sampai 3 segmen sebagai Narrowband ISDB-T dengan lebar per-segmennya 429 kHz, untuk program-program audio dan atau data. Dua jenis transmisi tersebut memanfaatkan secara bersama parameter-parameter lainnya seperti pembentukan format encoding, multiplexing dan interval carrier dari OFDM, serta penyusunan konfigurasi frame. Sistem ini dilengkapi dengan time interleave yang membuat lebih tahan menghadapi gangguan multipath, impulse noise dan fading sehingga sangat cocok sebagai aplikasi mobile reception.


Disamping itu, MediaFLO yang dikembangkan oleh Qualcomm, melakukan pendekatan dengan metoda one-to-many broadcast, sehingga sangat effisien dalam melakukan pengiriman content multimedia kepada pengguna yang tidak terbatas jumlahnya. Sistem ini menggunakan high-quality video (QVGA) dan audio, (MPEG-4 HE-AAC3) dan IP data streams. Untuk melakukan fungsi kontrol yang bertujuan mensupport fungsi interactivity dan user authorization, diperlukan sebuah jaringan selular berbasis 3G.


Teknologi berbasis OFDM yang menggunakan modulasi QPSK atau 16 QAM ini secara secara teori mampu mengirimkan 28-32 channel program dalam bandwidth 8 MHz dengan hasil baik. Secara sederhana mampu mengirim video, audio dan data sekaligus ke perangkat penerima berupa mobile devices berbasis CDMA chipset technology, sehingga dapat dipergunakan oleh mobile operators dan atau multi-channel operators.


Multi-benefit Bagi Operator dan Masyarakat

Bagi mobile operators solusi ini memberikan banyak manfaat tambahan antara lain dapat meningkatkan ARPU (average revenue per user), memberikan competitive advantage dengan menawarkan program TV streaming, mampu melakukan pengiriman content secara massal dengan hanya memerlukan jumlah transmitter yang tidak terlalu banyak, disamping mampu menyediakan layanan aplikasi interaktif dan real-time data extending.


Bagi multi-channel operators layanan ini juga mampu memberikan beberapa keuntungan antara lain dapat mengirim sekaligus program nasional dan regional dalam satu kanal RF, yang memungkinkan regional content hanya dapat dinikmati oleh penonton tertentu. Fasilitas interactivity mampu menyediakan cross-channel marketing oportunity yang memungkinkan peluang lebih tinggi bagi interaksi antar pemirsa TV. Sistem ini juga mampu menyediakan consumer usage information yang dapat meningkatkan revenue dari pemasang iklan.


Masyarakat dapat memperoleh manfaat antara lain kemudahan mengakses konten multimedia di manapun berada, disela aktivitasnya. Konten menjadi lebih bervariasi, baik kualitas maupun kuantitasnya. Disamping itu kemampuan interactivity dan personality nya membuat mayarakat semakin memperoleh kemudahan, kebebasan dan keterbukaan informasi. Masyarakat dapat memperoleh pilihan beragam terhadap konten-konten yang menarik, inovatif dan berkualitas.


Konten yang disiarkan dalam solusi inipun lebih bersifat multimedia. Masyarakat memiliki peluang lebih banyak untuk dapat berkreasi secara innovatif dalam membuat kreasi konten multimedia yang jauh lebih beragam dibanding konten pada TV konvensional. Konten siaran dapat ditampilkan lebih “hidup”, “berwarna” dan “mengena”. Lebih jauh dapat mengajak pemirsa untuk berinteraksi secara langsung terhadap konten siaran yang disajikan. Dalam sinetron misalnya, pemirsa dapat memperoleh kesempatan menentukan alur dan ending ceriteranya, melalui fasilitas pooling yang disediakan. Begitu pula, program-program pemberdayaan masyarakat oleh pemerintah, dapat disajikan dengan langsung mendapat response dari pemirsa.


Peluang inilah yang mampu meningkatkan digital dividen bagi masyarakat, sekaligus dapat memompa akselerasi peningkatan strata ekonomi masyarakat. Hal ini terjadi karena kemudahan, kebebasan dan keterbukaan informasi yang diberikan dapat menumbuhkan dan mempercepat pembangunan karakter bangsa serta meningkatkan pemberdayaan masyarakat, mengingat akses masyarakat terhadap TV merupakan salah satu yang terbesar dibanding akses terhadap media lainnya. Pemerintah melalui departemen terkait dapat memanfaatkan peluang ini untuk menyapa dan menyampaikan program programnya kepada pemirsa di seluruh pelosok tanah air.


Beberapa solusi yang sudah dibahas tersebut dapat menggambarkan bahwa telah terjadi konvergensi antar teknologi teknologi internet (IT), Telekomunikasi dan penyiaran (broadcasting). Ketiga teknologi tersebut sudah menyatu dalam satu “pipa” media transmisi. Operator seluler yang selama ini hanya berkonsentrasi mengirim content berupa voice (suara), data (teks SMS, pesan multimedia, gambar) dan video beresolusi rendah, saat ini telah mulai mampu berperan sebagai network provider, yaitu antara lain menjadi penyedia saluran transmisi bagi industri penyiaran TV, baik TV siaran terrestrial, TV berlangganan (pay TV) maupun 3G dan bahkan dalam waktu dekat akan mampu menyediakan layanan IPTV (Internet Protocol TV), yang dapat menyediakan saluran transmisi bagi siaran video beresolusi tinggi.


Implementasi layanan

Mengikuti jejak negara lain seperti Australia, Finlandia, Perancis, Germany, Italy, UK, USA, dll yang telah menggelar infrastruktur mobile TV sejak tahun 2006 lalu, dan beberapa negara di Asia seperti Singapore dan Malaysia yang telah menggelar jaringan ujicoba DVB-H sejak beberapa tahun lalu, di Indonesia ujicoba siaran mobile TV ini secara resmi telah dimulai sejak akhir tahun 2008 lalu.


Dibawah payung peraturan Menkominfo No. 27/P/M.KOMINFO/8/2008, pemerintah telah memutuskan bahwa penyelenggara ujicoba siaran TV digital untuk TV bergerak (Mobile TV) dilakukan oleh penyelenggara yang masing-masing berbentuk konsorsium. Telah diputuskan bahwa Konsorsium PT. Tren Mobile dan Konsorsium lainnya yaitu PT. Telkom, PT. Telkomsel dan PT. Indonusa Telemedia (Telkomvision) dapat menyelenggarakan ujicoba siaran mobile TV berbasis standar DVB-H. Ujicoba ini menggunakan kanal 24 dan 26 UHF, dengan durasi siaran sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam sehari, dalam kurun waktu 9 (sembilan) bulan.


Selama 9 bulan diharapkan dapat dilakukan ujicoba model penyelenggaraan, karakteristik propagasi dan jangkauan layanan siaran, Kemampuan pengoperasian secara Single Frequency Network (SFN), Program siaran (content) termasuk layanan data dan dilakukan pengamatan terhadap kesiapan dan minat masyarakat terhadap siaran TV Digital ini. Keberhasilan ujicoba ini akan dijadikan referensi dalam penyusunan regulasi implementasi sistem penyiaran digital dan sebagai bahan pertimbangan dalam seleksi penyelenggara penyiaran TV Digital oleh pemerintah.


Keberhasilannya tentu sangat tergantung oleh keseriusan stakeholder dan dukungan pemerintah dalam mengembangkan bisnis mobile multimedia ini. Tidak lain adalah untuk menjawab tuntutan kebutuhan manusia modern, yang dalam waktu hampir bersamaan harus melaksanakan aktivitas beragam, aktivitas yang menuntut kecepatan, ketepatan, kreatifitas, kualitas dan performa sangat tinggi. Untuk itulah solusi-solusi teknologi modern diperlukan, merupakan solusi yang berbasis teknologi digital. Tentu merupakan salah satu kebutuhan manusia modern, yang memiliki mobilitas tinggi, karena terkait dengan semakin multitasking nya pola kehidupan nya.


Bernardus Satriyo Dharmanto, pemerhati konvergensi Teknologi dan Penyiaran