Jumat, 09 Januari 2009

Kesiapan Industri Penyiaran dalam Implementasi TV Digital

Bernardus Satriyo Dharmanto

Lokomotif migrasi penyiaran TV dan Radio dari Analog ke Digital telah dijalankan oleh pemerintah sejak dilakukan soft launching siaran TV digital oleh TVRI tanggal 13 Agustus 2008 lalu. Hal ini telah membuat para pelaku industri penyiaran harus berbenah menghadapi perubahan-peruhan yang terjadi. Paling tidak ada beberapa perubahan yang harus dihadapi, antara lain perubahan regulasi, alokasi frekuensi, model bisnis dan perubahan teknologi yang digunakan. Semuanya memberikan konsekuensi yang beragam bagi para stakeholder industri ini.

Tidak dipungkiri bahwa sekilas tampak pemerintahlah yang paling banyak memperoleh digital deviden dari migrasi ini, yaitu semakin banyaknya alokasi frekuensi yang dapat “dijual” kepada para pelaku bisnis penyiaran TV. Sementara para pelaku bisnis dari kalangan swasta seolah harus puas menghadapi digital consequent nya, tanpa bisa berbuat banyak demi menjaga kesempatan untuk tetap berbisnis di bidang ini. Namun bila lebih jauh dipelajari, sebenarnya proses migrasi ini dapat memberikan deviden bagi seluruh stakeholder. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing pihak dalam menyikapinya.

Selain pemerintah, beberapa pihak telah melakukan persiapan menghadapi migrasi ini. Para pelaku industri penyiaran, dalam hal ini industri radio dan televisilah yang paling banyak terlihat melakukan persiapan. Industri penyiaran TV telah melakukan ujicoba siaran digital melalui pembentukan konsorsium TV digital yang khusus disiapkan untuk menyesuaikan diri dengan model bisnis TV digital. Ini juga mengawali satu era dimana Diversity of Ownership telah dapat mulai diposisikan kembali secara proposional, walau belum optimal.

Disamping itu, kesiapan industri elektronik nasional dalam era penyiaran digital ini perlu diperhatikan, karena sejak awal banyak pihak telah memberikan warning bahwa migrasi ke digital ini jangan sampai hanya mampu memposisikan kita sebagai bangsa pemakai saja, kita berkeinginan sejak awal bahwa industri nasional kita dapat memberikan warna dan berperan aktif dalam migrasi ini.

Industri Set Top Box (STB)

Dibutuhkan kerja sama banyak pihak misalnya antar lembaga riset nasional seperti BPPT, LIPI, PUSPIPTEK dan lembaga riset perguruan tinggi untuk mendukung industri elektronika dalam negeri, agar mampu menghasilkan produk-produk industri yang dapat mendukung migrasi ini. Juga dibutuhkan kebijakan keberpihakan pemerintah untuk memberikan dukungan, sehingga industri kita benar-benar siap untuk ikut berperan serta dalam migrasi ini.

Pemerintah dapat mendorong pelaku industri dalam negeri untuk mengembangkan dan mendesain STB khas Indonesia, misalnya yang dilengkapi menu berbahasa Indonesia, memiliki EPG (Electronic Program Guide) yang disesuaikan dengan kebutuhan dan kebiasaan masyarakat Indonesia, mempunyai fitur aplikasi khusus untuk kebutuhan peringatan dini akan datangnya bahaya bencana yang dikenal dengan nama EWS (Early Warning System), serta perangkat STB yang akan beredar di Indonesia tersebut harus sesuai dengan kaidah-kaidah SNI (Standar nasional Indonesia) agar dapat menjamin perlindungan terhadap konsumen.

Standardisasi nasional STB ini diperlukan agar pasar kita tidak dibanjiri oleh STB buatan luar negeri, yang mungkin jauh lebih murah dibandingkan dengan STB nasional. Salah satu bentuk proteksi kepada konsumen agar tidak menggunakan STB berharga murah namun berkualitas relatif rendah adalah dengan memberlakukan standardisasi STB Indonesia dengan mengharuskan label SNI. Selain itu, perlu dipertimbangkan kerja sama dengan pihak operator TV penyiaran agar hanya STB nasional saja yang bisa menangkap siaran televisi digital terestrial di Indonesia. Pola perlindungan konsumen semacam ini sudah dilakukan oleh beberapa negara.

Standar STB ASEAN

Gagasan untuk membuat satu standar STB secara regional juga telah dibicarakan di negara-negara anggota ASEAN melalui forum yang telah dibentuk bernama ADB (ASEAN Digital Broadcasting), yang beranggotakan para pejabat di lingkungan MIC (Minister of Information and Communication) di kawasan ASEAN, dimana Indonesia merupakan salah satu anggota yang aktif menjadi pemimpinya. Tanggal 16-17 November 2008 lalu bahkan Indonesia telah berhasil menyelenggarakan pertemuan ADB ini di Bali, sebagai tindak lanjut pertemuan ADB pada 19 Juni 2008 di Singapura. Hanya saja, saat ini belum terjadi kesepakatan final penentuan standar transmisi TV digital di ASEAN ini. Akan tetapi, ide satu standar STB ASEAN tampaknya harus bisa segera terealisasi.

Saat ini begitu mudah diketemukan STB dengan harga murah di pasar internasional atau pasar online, seperti produk yang berasal dari China, Taiwan dan India. Harganya hanya berkisar USD20-30, tergantung feature yang ditawarkan. Dengan memberi peluang sebesar mungkin kepada industri domestik dalam mengembangkan dan memproduksi STB, diharapkan dapat dihasilkan STB yang walau harganya sedikit lebih mahal namun tetap terjangkau masyarakat kita. Yang jauh lebih penting adalah kualitasnya agar dapat dipertanggung jawabkan dan after sales servicenya juga dapat terjamin. Pertimbangan penentuan harga STB ini tentu berdasarkan jumlah pemirsa televisi di Indonesia yang jauh lebih banyak dibandingkan dengan pemirsa TV di negara lain.

Diketahui bahwa salah satu cara untuk menekan harga STB, antara lain, dengan meminimalkan fiturnya. Hal itu karena sistem penyiaran TV digital memungkinkan memberikan banyak layanan yang bisa diakses oleh pemirsanya, dengan menggunakan STB yang sesuai (compatible). Makin banyak fitur yang dapat dinikmati, maka berkonsekuensi pada harga STB yang akan makin mahal.
Sejak awal tahun lalu, pemerintah telah membentuk tiga WG (working group) implementasi TV Digital yaitu WG Regulasi TV Digital, WG Master Plan Frequency dan WG Teknologi Peralatan. WG yang disebut terakhit itulah yang memiliki tugas pokok untuk melakukan persiapan implementasi migrasi analog ke digital, dengan membuat spesifikasi teknik peralatan pemancar dan alat bantu penerima siaran digital, penyusunan basic specifications set-top box (STB), melakukan koordinasi dengan perusahaan elektronika nasional untuk pembuatan alat bantu penerima siaran digital, dan berkoordinasi dengan pihak industri mengenai kesiapan penyediaan STB. Saat ini telah diusulkan dan hampir disahkan spesifikasi STB antara lain adalah MPEG2 - SDTV, EPG terbatas, No Facility Dolby dan Affordable price per unit.

Untuk kesiapan STB, beberapa industri dalam negeri telah menyatakan kesiapan untuk bersama-sama menyediakan sejumlah STB bagi para broadcasters dalam ujicoba siaran TV Digital, yaitu 1500 untuk KTDI dan 500 untuk konsorsium TVRI dan PT. Telkom. Detail bisnis model pelaksanaan penyediaan STB sedang didiskusikan diantara boadcaster dan industri STB.

Perangkat siaran TV Digital

Disamping STB di sisi penerimanya, sistem siaran TV Digital memerlukan beberapa perangkat di sisi transmisinya. Perangkat Encoder berfungsi untuk mengolah sinyal Audio dan Video analog menjadi signal Transport Stream berformat ASI (Asynchronous Serial Interface). Biasanya diperlukan beberapa encoder sekaligus agar sinyal yang ditransmisikan memiliki kapasaitas multi program siaran. Signal ASI keluaran beberapa encoder tersebut kemudian dimultiplex menggunakan perangkat Multiplexer untuk diperoleh signal multi program Transport stream. Signal ini kemudian didistibusikan dan dimodulasi untuk kemudian dipancarkan secara terrestrial menggunakan DVB-T Transmitter kepada pelanggan. Ada beberapa merek encoder yang beredar antara lain Tandberg, Scopus, Tiernan, Harmony, dll. Perangkat DVB-T Trasmitter yang terkenal antara lain R&S, Thales, Electronica, UBS, dll.

Disamping itu mutlak diperlukan perangkat DVB-T Monitoring system, untuk menjaga QoS (Quality of Service) siaran TV Digital. Karena sifat signal TV digital adalah bersifat non linear, dimana disamping kita harus menjaga signal strength pada level tertentu, juga diperlukan monitoring signal quality agar siaran tetap dapat diterima oleh pelanggan dengan kualitas prima. Perangkat QoS ini menjadi mandatori atau mutlak diperlukan dalam jaringan TV Digital. Beberapa merk perangkat QoS monitoring yang terkenal antara lain Pixelmetrix, R&S dan Textronix.

Ujicoba Siaran TV Digital

Telah dilakukan ujicoba skala laboratorium Set Top Box yang dikembangkan oleh industri STB dalam negeri seperti PT. INTI, Polytron bekerjasama dengan PTIK-BPPT. Pihak BPPT bersama PT. LEN melalui program Insentif Ristek 2008 saat ini juga sedang melakukan riset tentang pengintegrasian digital-exciter dari luar negeri dengan Power Amplifier milik PT. LEN sebesar 250 watts dan berhasil diuji coba di tanggal 13 Agustus 2008. Signal hasil integrasi ini telah diukur menggunakan alat ukur Pixelmetrix dengan hasil memuaskan.

Telah dilakukan ujicoba-terbatas Pemancar DVB-T dan STB khusus untuk bulan Agustus-Nopember 2008. Ujicoba ini atas kerjasama beberapa perusahaan seperti TVRI, Telkom, BPPT, PT. LEN, Pixelmetrix, dll, setelah dilakukan softlaunching oleh bapak Wakil presiden 13 Agustus 2008 lalu. Penetapan uji coba Lokasi Pemancar di lokasi TVRI-Senayan.

Uji coba Siaran TV Digital akan segera dimulai bulan Januari 2009 ini, baik untuk siaran free-to-air berbasis standard DVB-T maupun untuk siaran mobile-TV yang berbasis open standard. Ujicoba ini akan dilaksanakan oleh konsosrsium penyelenggara infrastruktur.

Penyelenggara infrastruktur penyiaran digital adalah pihak yang memiliki fungsi multiplexing dan Fungsi pemancaran. Multiplexing bertindak menyediakan jasa distribusi bandwidth (slot) dalam 1 kanal frekuensi untuk digunakan oleh bermacam– macam jenis program siaran sehingga efisien dan optimal. Fungsi pemancaran : Membangun infrastruktur pemancar penyiaran digital sesuai aturan – aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah (Depkominfo), mulai dari antena pemancar, menara, saluran penghubung dari terminal output content, hingga komponen – komponen infrastruktur lainnya sehingga pentransmisian program siaran digital berjalan dengan baik dan tidak mengalami gangguan.

Pada penyiaran digital penerimaan tetap free-to-air, diusulkan agar penyelenggara infrastruktur untuk TV digital DVB-T adalah juga penyelenggara infrastruktur radio digital T-DAB. Dengan demikian, pada 1 wilayah layanan hanya akan ada 1 menara pemancar utama yang digunakan secara bersama oleh semua penyelenggara infrastruktur penyiaran digital di wilayah tersebut, ditambah dengan menara – menara tambahan di daerah – daerah yang kualitas penerimaannya kurang baik serta menara – menara yang bertindak sebagai gap filler.

Untuk melakukan kedua fungsi tersebut dengan baik, maka penyelenggara infrastruktur diberikan izin penggunaan frekuensi yang sifatnya berbatas waktu (tidak untuk dimiliki selamanya) dan direncanakan akan berupa ijin pita frequency.

Menurut dokumen yang dikeluarkan Kominfo, persyaratan penyelenggara infrastruktur antara lain telah memiliki infrastruktur eksisting di lapangan, berupa menara pemancar, leased line (Fiber optic, Microwave link, satelit, dll) dengan kapasitas pentransmisian dan jangkauan yang memadai untuk menampung sejumlah slot dari kanal yang diberikan haknya di wilayah yang akan dilayani. Persyaratan lainnya adalah mampu menyediakan link bagi kebutuhan penyelenggaraan penyiaran berjaringan dengan memiliki atau bekerjasama dengan penyelenggara infrastruktur telekomunikasi lainnya.

Konsorsium Siaran TV Digital

Pemerintah telah menetapkan 4 ( empat) konsorsium Lembaga penyiaran sebagai penyelenggara ujicoba, yaitu 2 penyelenggara siaran free-to-air DVB-T dan 2 lainnya penyelenggara untuk siaran mobile TV (DVB-H). Penyelenggara siaran free-to-air DVB-T terdiri dari konsorsium TVRI dan PT. Telkom dan Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI), yeng beranggotakan 6 (enam) TV Swasta Nasional yaitu SCTV, Antv, TVOne, Trans TV, Trans 7 dan Metro TV.

Disamping itu ada 2 penyelenggara untuk siaran mobile TV (DVB-H) yaitu Konsorsium PT. Tren Mobile / MNC yang beranggotakan RCTI, TPI dan Global TV dan Konsorsium antara PT. Telkom, PT.Telkomsel dan PT Indonusa Telemedia (Telkomvision).

Lingkup Ujicoba siaran TV Digital meliputi antara lain model penyelenggaraan, Karakteristik propagasi dan jangkauan layanan siaran, Kualitas gambar dan suara, Kemampuan penerimaan dalam bentuk pelayanan fixed, portable, atau mobile, Kemampuan untuk dioperasikan dengan sistem jaringan Single Frequency Network (SFN), Program siaran (konten) termasuk layanan data, dan Kesiapan serta minat masyarakat terhadap siaran televisi digital.

Uji Coba Siaran Televisi Digital mobile TV diselenggarakan dengan menggunakan sistem standar terbuka (open standard). Dengan Semua Lokasi untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital adalah lingkup area Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek).

Alokasi frekuensi radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, disediakan sebanyak 4 (empat) kanal frekuensi radio, yaitu kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF. Sedangkan Alokasi frekuensi radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital mobile TV menggunakan 2 (dua) kanal frekuensi radio yaitu kanal 24 dan 26 UHF dengan standar yang berbeda.

Dalam rangka monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital, Menteri membentuk tim yang terdiri dari Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Perindustrian, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan unsur lain yang dipandang perlu untuk melakukan penilaian atas pelaksanaan Uji Coba Siaran Televisi Digital dan nantinya bertugas memberikan laporan kepada Menteri.

Uji Coba Siaran Televisi Digital bertujuan untuk mengkaji setiap aspek teknis dan non-teknis berupa performansi perangkat dan sistem, model penyelenggaraan siaran televisi digital, dan fitur layanan televisi digital yang diharapkan masyarakat.

Untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air: Menyediakan alat bantu penerima siaran televisi digital (set top box) MPEG-2 yang memenuhi ketentuan teknis dengan fitur yang mampu memberikan layanan data dengan menu Bahasa Indonesia, informasi ramalan cuaca, keadaan lalu lintas, keuangan, peringatan dini bencana alam, berita, dan dapat dilengkapi dengan sarana pengukuran rating TV. STB yang digunakan harus dapat menerima siaran televisi digital dari semua penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital free-to-air.

Dalam menyelenggarakan Uji Coba Siaran Televisi Digital, penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital harus memenuhi ketentuan antara lain menggunakan frekuensi radio sesuai dengan peruntukkannya, menayangkan iklan dan running text (tulisan bergerak) yang bersifat promosi siaran digital kepada masyarakat, isi siaran dalam penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital bersifat edukatif, hiburan, dan berita.

Durasi Uji Coba Siaran Televisi Digital berlangsung sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam per hari. Untuk pengukuran penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, didistribusikan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) unit set top box kepada masyarakat tanpa dipungut biaya, dengan mempertimbangkan lokasi, kondisi sosial-ekonomi, dan kelompok usia di wilayah jangkauan Uji Coba Siaran Televisi Digital.

Bernardus Satriyo Dharmanto, pemerhati penyiaran dan konvergensi multimedia