Minggu, 07 Desember 2008

Mengenal TV Digital

Oleh: Restituta Ajeng Arjanti, wawancara dengan Prof. Ir. Gamantyo Hendrantoro, MEng, PhD,

Kantor berita Antara, 27 Mei lalu, melansir berita bahwa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) tengah mempersiapkan migrasi pemancar siaran dan perangkat televisi analog ke digital. Targetnya, proses tersebut bakal rampung pada tahun 2015, untuk seluruh Indonesia. Gaung tentang televisi digital sudah sering diperdengarkan. Teknologinya pun bukan hal baru. Meski begitu, masih banyak orang yang belum paham tentangnya.

Standar TV DigitalAda beberapa standar teknologi TV digital yang dikenal saat ini. Saat dihubungi QBHeadlines.com Kamis (19/6) lalu, Gamantyo Hendrantoro, Kepala Lab Antena dan Propagasi, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), membagi pengetahuannya seputar teknologi TV digital.

Menurut Gamantyo, pada dasarnya ada tiga standar utama TV digital, yakni Advanced Television Systems Committee (ATSC) yang berasal dari Amerika, Digital Video Broadcasting Terrestrial (DVB-T) dari Eropa, dan Integrated Service Digital Broadcasting Terrestrial (ISDB-T) dari Jepang. Tapi kemudian, muncul beberapa varian standar dari Korea dan China. Masing-masing standar memiliki sistem transmisi yang berbeda.“Pemerintah baru memutuskan untuk menggunakan standar penerima yang fixed, tidak bergerak, yakni DVB-T,” tutur Gamantyo saat ditanya tentang standar TV digital yang rencananya akan diimplementasikan di Indonesia. “Belum ada keputusan tentang penggunaan teknologi TV digital yang bergerak,” katanya. Menurutnya, standar tersebut dipilih dengan alasan teknis, karena sudah diterapkan oleh banyak negara. Jika ada kesulitan dalam implementasinya, akan lebih mudah untuk diatasi.

Saat ini, sudah ada banyak layanan TV berlangganan. Apakah siaran TV semacam itu bisa dikatakan sebagai siaran TV digital? “Jika siaran TV berlangganannya menggunakan sinyal yang berasal dari satelit, itu bisa disebut sebagai TV digital,” kata Gamantyo. “Standar yang digunakan untuk siaran TV satelit itu berbeda dengan DVB-T. Namanya DVB-S (Digital Video Broadcasting-Satellite)”, jelasnya.Kelebihan TV DigitalDibandingkan dengan TV analog, penerapan TV digital menawarkan lebih banyak kelebihan. “TV digital lebih hemat spektrum frekuensi. Pada TV analog, satu frekuensi hanya bisa dipakai untuk satu program TV. Sementara, pada TV digital, satu kanal frekuensi bisa dipakai untuk lebih dari satu program, malah bisa lima program acara,” kata Gamantyo.Selain itu, dituturkan olehnya panjang lebar, kualitas sinyal pemancar TV digital lebih baik ketimbang TV analog, untuk kondisi lingkungan yang sama. Contohnya begini. Pada TV analog, tampilan gambar akan rusak atau tampak seperti dobel dan berbayang jika TV terkena pantulan sinar matahari. Pada TV digital, masalah seperti itu tidak akan ditemukan.Dari sisi non teknis, TV digital juga menguntungkan. “Bisnis TV digital memungkinkan munculnya banyak stasiun dan kanal TV baru,” kata Gamantyo. “Ini akan membuka lebih banyak lowongan kerja karena akan mendorong munculnya suplai kanal TV baru.”Keuntungan lain bisa dilihat dari sisi kualitas gambar. “Jika kita menggunakan TV analog, di mobil yang bergerak ngebut, misalnya, gambarnya akan terganggu. Pada TV digital, terutama yang menggunakan standar penerima bergerak, gambar akan terlihat stabil karena penerimaannya bagus,” dia menjelaskan. Beralih ke TV DigitalApa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa menerima siaran TV digital? “Yang pasti, pesawat TV harus mendukung standar TV digital―apakah ATSC, DVB-T, atau ISDB-T,” jawab Gamantyo.

Kendati demikian, tidak berarti kita harus membeli perangkat TV baru untuk bisa menikmati siaran TV digital. “Masyarakat ekonomi menengah ke bawah tak perlu mengganti TV lamanya dengan yang baru. Mereka cukup membeli perangkat receiver, semacam decoder untuk mengubah sinyal digital yang mereka terima ke televisinya menjadi sinyal analog, agar bisa ditampilkan pada TV biasa,” kata Gamantyo.Asal Anda tahu, nama alat itu adalah “set-top box”. Rupanya kotak kecil dan diletakkan di atas TV set.Tentang uji coba TV digital, Gamantyo menyampaikan baru pernah dilakukan di Jakarta saja, belum secara nasional. Uji coba tersebut pun baru dilakukan untuk mengukur kualitas sinyal digital dan menghitung kebutuhan daya pancar oleh pihak operator TV digital.Apakah kebutuhan untuk beralih ke TV digital sudah mendesak di Indonesia? Ditanya begitu, Gamantyo menjawab, “Dibilang mendesak tidak juga, tapi makin cepat makin baik karena keuntungannya ada banyak. Coba saja bayangkan. Jika dengan TV digital, satu kanal frekuensi bisa dipakai untuk lima program TV, itu sama artinya TV digital bisa membuka lapangan kerja lima kali lebih banyak daripada analog.”Menurutnya, Indonesia bisa dibilang ketinggalan dibandingkan dengan negara lain yang telah lebih dulu mengimplementasikan TV digital, atau punya target implementasi yang lebih cepat. Saat ini, kata Gamantyo, di Indonesia belum ada pemancar TV digital yang diumumkan. Kalaupun ada, itu masih sebatas uji coba.

Sosialisasi

Mensosialisasikan sesuatu pada masyarakat bukanlah hal yang mudah. Kendati demikian, Gamantyo optimis tak akan sulit mensosialisasikan TV digital pada masyarakat. “Saya rasa tidak sulit karena akan ada masa transisi di mana TV digital akan dioperasikan bersama dengan TV analog, atau secara multicast. Sambil menunggu produksi set-top box semakin banyak dan masyarakat sudah siap untuk menggunakan TV digital, maka barulah siaran analog dimatikan semua agar pindah ke digital,” tuturnya.Selain sosialisasi, masih ada banyak proses yang harus dilakukan untuk mewujudkan TV digital di Tanah Air. Mulai dari persiapan infrastruktur dan teknologi, pengaturan frekuensi, sampai regulasinya. Semua aspek tentu harus dipikirkan dengan matang, apalagi jika ada banyak kepentingan terlibat di dalamnya, bukan hanya konsumen.

Tidak ada komentar: