Minggu, 26 Oktober 2008

Mengapa Harus Ada Migrasi dari Analog ke Digital

Audio Visual. Kamis, 07 Juni 2007
http://www.kompas.com/kompas-cetak/0706/07/Audio/3574895.htm

Hary Budiarto

Migrasi menuju siaran TV digital bukan berarti harus berpindah menggunakan pesawat TV baru yang bisa menerima siaran secara digital.

Meski sinyal yang dikirimkan dari stasiun pemancar berupa sinyal digital, pesawat TV berpenala (tuner) analog bisa ditambahkan perangkat bernama set-top box untuk dapat menerima sinyal TV digital ini.

Kelebihan sinyal digital dibandingkan dengan analog adalah ketahanannya terhadap derau dan kemudahannya untuk diperbaiki (recovery) di bagian penerima dengan suatu kode koreksi error (error correction code). Keuntungan lainnya adalah konsumsi bandwidth yang lebih efisien dan efek interferensi yang lebih rendah. Pada beberapa standar, hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem OFDM (Orthogonal Frequency Division Multiplexing) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak.

Pada sistem analog, efek lintasan jamak ini akan menimbulkan echo yang berakibat munculnya gambar ganda yang sangat mengganggu kenikmatan menonton. Sinyal digital juga bisa dioperasikan dengan daya yang lebih rendah serta menghasilkan kualitas gambar dan warna yang jauh lebih bagus daripada TV analog.

Keunggulan

Secara rinci keunggulan sistem siaran TV digital dibandingkan dengan sistem siaran TV analog meliputi ketahanan terhadap kondisi lingkungan yang memiliki lintasan jamak serta ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima, misalnya di atas kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog.

Beberapa sistem TV digital mampu beroperasi dengan menggunakan mode Single Frequency Network (SFN), di mana stasiun TV yang sama dapat memasang sejumlah pemancar dengan frekuensi yang sama dan tersebar pada wilayah layanan yang luas, sehingga dapat meningkatkan cakupan bagi pelanggannya tanpa memerlukan lebih dari satu kanal frekuensi. Hal ini dapat dicapai jika sistem siaran TV digital tersebut mampu menolerir duplikasi sinyal TV yang sampai pada penerima secara tak bersamaan. Pada beberapa sistem, terdapat pula kemampuan mengirim sinyal televisi digital definisi tinggi.

Kualitas penerimaan sinyal pada mobile terminal (misal telepon genggam atau pesawat penerima di atas kendaraan bergerak) pun saat ini bisa terjaga dengan menerapkan space diversity yang memanfaatkan lebih dari satu antena penerima yang dikombinasikan dengan cara tertentu, serta dengan menerapkan sistem adaptasi perubahan kanal yang cepat dan akurat.

Dengan demikian, efek fluktuasi pelemahan sinyal karena lintasan jamak dan efek Doppler dapat dikurangi. Bahkan, varian teknologi siaran TV digital baru seperti DVB-H dan DMB-T memungkinkan penerima bergerak dapat menikmati siaran hanya dengan perangkat penerima sederhana.

Dari segi layanan, sistem TV digital mampu meningkatkan kualitas siaran di samping memberikan lebih banyak pilihan program kepada pemirsa, serta memungkinkan konvergensi dengan media dan aplikasi lainnya, seperti media internet, aplikasi handphone, dan komputer. Di sisi aplikasi, siaran TV digital memberikan fleksibilitas aplikasi interaktif sehingga akan sangat mendukung kebutuhan interaksi antara suatu enteprise dengan penggunanya baik yang bersifat komersial, nonprofit seperti interactive advertisement, tele-news, tele-banking, tele-shopping, maupun nonkomersial seperti tele-education, tele-working, dan tele-traffic.

Mengenai standar yang tersedia, memang cukup banyak. Dalam sistem siaran TV digital terrestrial terdapat dua bagian standardisasi, yaitu bagian I, standar untuk kompresi dan multiplexing, serta bagian II untuk kode koreksi kesalahan dan sistem transmisi. Standar untuk bagian I sebagian besar menggunakan Moving Pictures Experts Group-2 (MPEG-2) untuk kompresi.

Untuk bagian II terdapat sejumlah standar TV digital untuk siaran terrestrial yang berkembang, yaitu Digital Video Broadcasting for Terrestial (DVB-T) dari Eropa, Integrated Service Digital Broadcasting Terrestial (ISDB-T) dari Jepang, Advanced Television Systems Committee (ATSC) dari Amerika Serikat, Terrestial Digital Multimedia Broadcasting (T-DMB) dari Korea, Digital Multimedia Broadcasting Terrestial (DMB-T) dari China.

Masing-masing standar dan beberapa variannya telah diadopsi sejumlah negara. DVB diadopsi seluruh Eropa dan sejumlah negara di Asia dan Australia, sedangkan ATSC oleh Amerika Utara dan sejumlah negara di Amerika Selatan dan Asia.

Standar digital

Masalahnya sekarang adalah kalau migrasi memang sudah menjadi niat, standar TV digital mana yang harus kita pilih? Bagaimana pula mengatur perpindahan secara mulus dari sistem analog ke digital tanpa membebani masyarakat untuk membeli perangkat TV baru ataupun set- top box yang mahal? Mencari jawaban isu-isu ini adalah tugas Tim Nasional Migrasi Siaran Analog ke Digital yang dibentuk Menkominfo sejak 2005. Mungkin dengan melirik apa yang terjadi di negara lain, kita bisa mengambil pelajaran berharga dalam kaitannya dengan migrasi ini.

Implementasi sistem TV digital di Eropa, Amerika, dan Jepang sudah dimulai beberapa tahun lalu. Di Jerman, proyek ini telah dimulai sejak tahun 2003 untuk kota Berlin dan tahun 2005 untuk Muenchen. Sedangkan negara-negara lain baru berencana mulai tahun 2010.

Tahun 2010, Perancis juga akan menerapkan hal sama. Di Inggris, akhir tahun 2005 dilakukan uji coba mematikan beberapa siaran analog untuk menguji bahwa penghentian total sistem analog memang bisa dilakukan pada tahun 2012. Bahkan, di Amerika, Kongres telah memberikan mandat untuk menghentikan siaran TV analog secara total (switched off) pada 2009, begitu pula Jepang pada 2011.

Negara-negara di kawasan Asia juga akan mengikuti migrasi total dari sistem analog ke digital. Di Singapura, TV digital telah diluncurkan sejak Agustus 2004 dan saat ini telah dinikmati lebih kurang 250.000 rumah. Di Malaysia, siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998 dan saat ini diharapkan bisa dinikmati 1,8 juta rumah.

Proses migrasi sebenarnya juga memiliki beberapa tantangan, di antaranya adalah penyediaan pesawat penerima siaran TV digital dengan harga terjangkau bagi masyarakat, atau penyediaan set-top box yang semurah mungkin. Implementasi siaran TV digital di AS sebenarnya tidaklah mulus begitu saja. Tantangan terutama datang dari para produsen TV, meski mereka tetap konsisten untuk melaksanakannya.

Menurut National Association of Broadcasters (NAB), di AS saat ini terdapat sekitar 1.500 dari 1.700 stasiun lokal yang memancarkan sinyal digital HDTV (televisi berdefinisi tinggi). Namun, hanya 5 persen rumah tangga yang memiliki TV yang bisa menerima konten digital dan sedikitnya 73 juta pesawat belum bisa menangkap sinyal digital. Karena itu, diperlukan regulasi untuk memberikan subsidi bagi konsumen yang akan membeli konverter digital ke analog atau TV baru, agar seluruh pemancar di AS akan mengudara dengan hanya sinyal televisi digital pada akhir tahun 2006 atau ketika 85 persen pemirsa sudah bisa menangkap sinyal digital.

Di Indonesia, siaran digital sebenarnya sudah dimulai sejak 1997 dalam format TV digital satelit dengan jumlah pelanggan saat ini melebihi 200.000. Sedangkan kandidat konsumen siaran TV digital terrestrial yang cukup menjanjikan adalah para pengguna telepon seluler dan peranti PDA.

Penggunaan daya kecil (baterai) secara irit juga harus menjadi pertimbangan. Segmen lain yang juga menjanjikan adalah rumah tangga pemilik pesawat TV. Jumlah pemilik TV saat ini sebanyak 40 sampai 50 juta rumah merupakan pasar yang sangat potensial bagi industri konten atau aplikasi siaran TV di Indonesia. Dalam hal ini, kemampuan mengirimkan gambar yang beresolusi tinggi lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan ketahanan terhadap perubahan kondisi karena pergerakan.

Beragam keinginan dan harapan dari berbagai komponen masyarakat perlu diakomodasi dalam proses migrasi ke siaran TV digital. Operator stasiun televisi tentunya menginginkan sistem siaran TV digital yang mampu memberikan kualitas penerimaan sinyal yang tinggi dengan daya pemancar yang serendah-rendahnya. Fitur lain yang dikehendaki operator adalah SFN yang memungkinkan perluasan area cakupan dengan stasiun pemancar yang tersebar namun semua beroperasi pada kanal frekuensi yang sama.

Pemerintah sebagai regulator menginginkan sistem siaran TV digital dengan efisiensi spektrum yang tinggi, mampu mengakomodasi stasiun TV sebanyak-banyaknya dalam spektrum frekuensi yang dialokasikan untuk siaran TV. Di samping itu, siaran TV digital tersebut harus dapat menunjang terjadinya transisi yang mulus dari analog ke digital.

DR. Hary Budiarto, MSi, Kepala Divisi Teknologi Komunikasi dan Komputasi BPPT

1 komentar:

m_ibrahim_umar mengatakan...

klu masih berada di era tv analog kita akan tertinggal jauh dari negara-negara lain. rata-rata pabrikan pemancar analog bangsa indonesia berasal dari negara Eropa, klu kita masih bertahan diera tv analog maka dalam segi perawatan peralatan pemancar akan mahal nantinya.