Minggu, 26 Oktober 2008

Alasan Migrasi Penyiaran Analog ke Digital

Jumat, 29 Agustus 2008 01:59 WIB
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/29/01594937/alasan.migrasi.penyiaran.analog.ke.digital

Alasan Migrasi Penyiaran Analog ke Digital

Oleh Sukemi

Menjelang peringatan HUT Ke-63 RI, dunia penyiaran (baca: televisi dan radio) menoreh sejarah baru. Sekalipun awal migrasi penyiaran analog ke digital ini baru berupa soft launching, ini merupakan ”hadiah” ulang tahun yang cukup monumental.
Tentu semua ini bukan sekadar gagah-gagahan supaya terlihat sama dengan negara-negara lainnya, melainkan kesempatan ini merupakan sebuah momentum untuk sekaligus membenahi dunia penyiaran negeri ini. Yang penting dari semua itu juga adalah bagaimana perubahan ini juga dapat mendorong pertumbuhan perekonomian.

Sedikitnya ada enam alasan kenapa harus bermigrasi dari teknologi analog ke digital. Pertama tentu tidak lepas dari tuntutan perkembangan global agar bangsa ini tidak ”keterasingan”. Belum lagi berkait dengan hubungan dagang dan industri serta penanaman modal, yang mau tidak mau harus mengikuti tren perkembangan global itu.
Tuntutan global ini terkait dengan harmonisasi frekuensi di daerah perbatasan dengan negara tetangga. Ini merupakan alasan kedua yang juga menjadi persoalan tersendiri karena memang ranah frekuensi di daerah perbatasan tidak bisa diselesaikan hanya sebatas pada aturan setiap negara. Karena gelombang radio tidak bisa dibatasi oleh batas wilayah geografis, maka antara satu negara dan negara lain memang harus dilakukan harmonisasi. Artinya, jika negara tetangga memang sudah bermigrasi dari analog ke digital, suka atau tidak suka kita pun harus mengikutinya.
Ketiga, mengatasi keterbatasan kanal frekuensi menggunakan teknologi analog. Ini persoalan lain yang kini menjadi perhatian Departemen Komunikasi dan Informatika berkait dengan keterbatasan kanal frekuensi. Seperti diketahui dengan teknologi analog, satu kanal frekuensi hanya digunakan oleh satu program siaran, sedangkan pada teknologi digital, satu kanal dapat digunakan sampai enam program.

Minat masyarakat yang memanfaatkan kanal frekuensi begitu besar. Pada 2007 saja, ada 2.205 permohonan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP), terdiri atas 2.020 (radio) dan 185 (televisi). Dengan keterbatasan teknologi analog yang menyebabkan keterbatasan kanal frekuensi, sudah barang tentu permohonan itu sulit direalisasikan. Dengan teknologi digital, peluang bagi yang ingin memanfaatkan bandwidth bertambah dan pemanfaatan spektrum frekuensi lebih efisien.
Aspek lain yang akan diciptakan adalah efisiensi penggunaan infrastruktur (penggunaan tower bersama). Ini merupakan alasan keempat, di mana nantinya dalam penyiaran digital akan dipisahkan antara penyelenggara atau penyedia konten (content provider) dan penyelenggara jaringan (network provider).

Kualitas

Kelebihan lain dengan digital menjadi alasan kelima, yaitu kualitas gambar dan suara jauh lebih baik, tidak ada noise dan ghost pada tayangan. Pada siaran TV analog, noise bisa menyebabkan menurunnya kualitas audio dan gambar (video) sebelum sinyal mencapai rumah pemirsa.
Sering kali bayangan gambar yang muncul pada teknologi analog akibat adanya sinyal yang datang menyusul, akibat pantulan sinyal dari gedung-gedung sekitarnya. Dengan teknologi baru itu diharapkan tidak ada lagi gambar kabur, gambar ganda (ada bayangan/efek hantu), gambar buram, dan suara berisik. Gambar dan suara dari sebuah TV digital sangat jernih dan bersih.

Teknologi transmisi digital meminimalkan terjadinya gangguan-gangguan itu karena sinyal digital memungkinkan untuk menghindari adanya duplikasi sinyal atau sinyal liar yang mengakibatkan timbulnya noise. Karena itu, tidak akan ada lagi gambar ganda atau bayangan pada tayangannya dan tidak akan ada lagi suara berisik pada speaker. Untuk teknologi transmisinya, Indonesia memilih standar broadcast DVB-T dengan alat penerima atau codec standar MPEG-2.

Alasan keenam adalah menggali potensi pendapatan negara dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang dari tahun ke tahun diharapkan meningkat. Selama ini, dengan teknologi analog, praktis PNBP dihasilkan dari pembayaran Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi dari stasiun stasiun radio dan televisi yang hanya beberapa kanal.
Dengan teknologi digital, PNBP dapat diperoleh bukan hanya dari penyelenggara network provider, melainkan juga bisa dari penyedia content provider. Tentu saja alasan keenam atau terakhir ini bukan semata-mata yang diharapkan oleh pemerintah karena hal yang paling utama adalah bagaimana menjadikan momentum migrasi dari analog ke digital di dalam menata lembaga penyiaran. Artinya, tujuannya lebih pada bagaimana mengutamakan kepentingan masyarakat.

Proses migrasi terbagi dalam tiga tahap, pertama mulai 2008-2012 meliputi tahap uji coba; penghentian izin lisensi baru untuk TV analog setelah beroperasinya penyelenggara infrastruktur TV digital; dimulai lisensi baru untuk penyelenggara infrastruktur TV digital; pemetaan lokasi dimulainya siaran digital dan dihentikannya siaran analog; mendorong industri elektronik dalam negeri dalam penyediaan peralatan penerima TV digital.

Tahap kedua, ditargetkan mulai tahun 2013-2017 dengan kegiatan meliputi penghentian siaran TV analog di kota-kota besar dilanjutkan dengan daerah regional lain; serta intensifikasi penerbitan izin bagi mux operator yang awalnya beroperasi analog ke digital.

Tahap ketiga merupakan periode di mana seluruh siaran TV analog dihentikan, siaran TV digital beroperasi penuh pada band IV dan V.

Sukemi, Staf Khusus Menkominfo Bidang Komunikasi Media

Tidak ada komentar: