Jumat, 20 November 2009

Tiada Gula, Semutpun Enggan Datang

Akselerasi pembangunan daerah tertinggal, khususnya pembangunan infrastruktur ICT (Information and Communication Technology), ditenggarai sangat berpengaruh bagi kemajuan pembangunan suatu bangsa. Banyak negara sedang berkonsentrasi memacu pembangunan bidang ini. Diyakini dapat menjadi satu solusi efektif bagi percepatan pembangunan daerah yang secara geografis sulit terjangkau infrastruktur jaringan telekomunikasi.

Program USO (Universal Service Obligation) merupakan program pemerintah di bidang telekomunikasi yang bertujuan mempercepat akselerasi pembangunan daerah tertinggal. Program ini dibiayai oleh para penyelenggara telekomunikasi (penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi) yang beroperasi di Indonesia. Caranya dengan melakukan pembayaran kontribusi kewajiban pelayanan universal (KKPU) kepada pemerintah setiap triwulan, yang besarnya dihitung berdasarkan prosentase tertentu dari pendapatan kotor penyelenggara telekomunikasi setiap tahun buku.

Melalui Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor: 05 /PER/M.KOMINFO/2/2007, 28 PEBRUARI 2007, ditegaskan bahwa perhitungan pembayaran KKPU oleh penyelenggara telekomunikasi dilaksanakan berdasarkan perhitungan sendiri (self assessment) dengan menggunakan laporan keuangan yang ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang berwenang. Pembayaran kepada pemerintah dilakukan melalui Kas BTIP, PPK-BLU (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan, Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum) melalui rekening Kepala BTIP Ditjen Postel pada Bank Pemerintah. Peraturan ini merupakan penyempurnaan dari peraturan sebelumnya yaitu Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor : 15 /PER/M.KOMINFO/9/2005 tanggal 30 September 2005 dimana KPPU wajib dipenuhi oleh penyelenggara telekomunikasi sebesar 0,75% dari pendapatan kotor per tahun buku.

Pemacu pertumbuhan ekonomi
Program ini dipercaya akan menjadi cikal bakal tumbuh dan berkembangnya prasarana dan sarana telekomunikasi di daerah tertinggal yang akan memacu pertumbuhan ekonomi daerah tersebut. Berdasarkan survey yang dilakukan ITU (International Telecommunications Union) 1% pembangunan infrastruktur telekomunikasi akan men-generate pertumbuhan ekonomi sebesar 3%. Diharapkan melalui pembangunan telekomunikasi sebagai infrastruktur dasar, akan memacu pertumbuhan industri baru di daerah yang dibangun seperti industri pariwisata, pertanian, perikanan, industri rakyat menegah kecil, industri/jasa telekomunikasi seperti warung telekomunikasi, warung internet, layanan kesehatan jarak jauh (tele medicine), layanan belajar jarak jauh (distance learning), dll.

Saat ini program USO merupakan program yang cukup mendapat prioritas dan perhatian di sebagain besar negara di dunia, karena diyakini dapat menjadi satu solusi efektif jaringan telekomunikasi. Lebih tepatnya untuk melakukan pembangunan di daerah yang secara bisnis kurang menguntungkan bila dibangun sarana telekomunikasi. Sementara ada sebagian warga negara yang biasanya memiliki kemampuan ekonomi yang relatif rendah tinggal dan beraktifitas di daerah tersebut, yang secara langsung maupun tidak langsung tetap membutuhkan sarana komunikasi.

Negara Inggris sudah menerapkan USO sejak beberapa tahun lalu. Ofcom (office of communications) yang merupakan lembaga regulasi telekomunikasi dan penyiaran di Inggris mendifinisikan bahwa Universal Service adalah menyediakan jaringan telekomunikasi yang aman dan dapat menjamin layanan basic fixed line tersedia dengan harga yang terjangkau bagi semua warga negara Inggris. Pertimbangan keadilan sosial dan kebutuhan ekonomi merupakan dua pertimbangan bagi penyelenggaraan USO. Program yang diimplementasikan melalui Universal Service Providers (USPs) yaitu dua operator telekomunikasi BT (British Telecom) dan Kingston Communications ini menyediakan layanan untuk membantu customer warga negara Inggris yang tidak mampu dan yang tinggal di daerah remote dan rural, dimana kurang menguntungkan secara bisnis bagi operator, bila harus membangun infrastruktur telekomunikasi di daerah tersebut.

Layanan yang diberikan berupa special tariff schemes bagi customer-customer yang memiliki pendapatan rendah, koneksi pada fixed network, termasuk functional internet access, reasonable geographic access pada beberapa telepon umum, dan beberapa layanan tambahan bagi para customer yang memiliki cacat tubuh termasuk layanan text relay bagi warga yang membutuhkan. Disamping itu program ini memberikan nilai tambah dengan memberikan keuntungan bagi seluruh warga negara Inggris memperoleh akses jaringan telekomunikasi yang lebih mudah dan luas, yang memungkinkan melakukan kontak atau memperoleh kontak dari lebih banyak orang. Telekomunikasi yang murah juga diyakini akan memacu pertumbuhan ekonomi di Inggris.

Tender Lelang Desa Pinter USO
Saat ini pemerintah Indonesia melalui Depkominfo sedang merampungkan tender Lelang Desa Pinter atau pengadaan fasilitas Internet di kecamatan yang dananya diambil dari pungutan USO. Melalui BTIP (Balai Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan) Ditjen Postel, pemerintah sudah membentuk Panitia Pengadaan Penyediaan Jasa Akses Telekomunikasi dan Informatika Perdesaan KPU (Kewajiban Pelayanan Universal) / USO. Beberapa perusahaan penyelenggara telekomunikasi seperti Telkom, Indosat, Telkomsel, Excelcomindo, Bakrie Telkom dan beberapa operator VSAT (Very Small Aperture Terminal) seperti Aplikanusa Lintas Arta, Citra Sari Makmur, AJN Solusindo, dll terlihat ikut berpartisipasi dalam tender USO tersebut. Saat ini KPU/USO memiliki total dana anggaran yang cukup besar dan sudah memperoleh persetujuan dari menteri keuangan untuk dapat diimplementasikan secara multiyears. Paket kegiatan yang dilelangkan untuk total 38.471 desa akan terbagi ke dalam 11 blok geografis dari seluruh propinsi di Indonesia, yang disebut WPUT (Wilayah Pelayanan Universal Telekomunikasi) mulai dari Blok WPUT I yaitu propinsi NAD, Sumatera Utara dan Sumatera Barat sampai dengan WPUT XI yaitu propinsio Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY dan Jawa Timur. Jumlah desa yang telah diolah dan teridentifikasi sebagai data WPUT tersebut bersumber dari Data Potensi Desa (Podes) tahun 2005 yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Data hasil Pencocokan dan Penelitian (Coklit) dengan para penyelenggara telekomunikasi dan Data wilayah yang diusulkan oleh Pemerintah Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota) Tahun 2005 sampai dengan tahun 2006.

Terwujudnya Masyarakat Informasi
Program mulia ini memiliki tujuan jangka pendek, untuk memacu terwujudnya desa berdering pada tahun 2009/2010 sebanyak 38.471 desa di seluruh Indonesia. Jangka menengah yaitu terwujudnya desa berbasis internet (desa pintar) pada tahun 2015 dengan mengimplementasikan pelayanan akses informasi di seluruh kecamatan. Dan tujuan jangka panjang, terwujudnya masyarakat informasi (information society) pada tahun 2025 melalui penyelenggaraan pemusatan pelatihan, pemanfaatan akses informasi, penyelenggaraan TV broadcast (aggregated broadcast) dan Digital Broadcast berbasis kebutuhan masyarakat dan pelayanan informasi lainnya.

Banyak pihak berharap program USO ini akan sukses dan dapat memacu tumbuh dan berkembangnya perekonomian di daerah yang saat ini masih diktegorikan daerah tertinggal sehingga semakin kecil jurang ketertinggalan tingkat kehidupan antar daerah di seluruh Indonesia. Saat ini masih banyak masyarakat Indonesia yang belum mampu memanfaatkan Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK).

Berdasarkan Data Indikator Teknologi Informasi dan Komunikasi BPPT tahun 2005, mengenai tingkat aksesibilitas informasi di Indonesia, angka akses ke Informasi sudah berkisar antara 40-50 juta saluran yang berasalal dari berbagai media akses seperti telepon tetap, telepon seluler, televisi, radio serta dari media wireless lainnya. Saat ini istilah tingkat penetrasi pengguna telepon sudah bukan menjadi indikator utama pengguna TIK namun sudah bergeser ke accessibility numbers. Bahkan lembaga seperti International Telecommunication Union (ITU) dan badan regulator dunia lainnya sudah menggunakan istilah accessibility numbers untuk menggambarkan seberapa tinggi masyarakat di suatu negara bisa mendapatkan akses informasi. Akses ke sumber informasi juga bisa bisa melalui beberapa jalur seperti melalui Internet, jaringan Satelit, TV Kabel, broadband wireless (WiFi, WiMax), TV Digital dll. Apalagi saat ini beberapa jalur tersebut sudah mulai menyatu sejalan dengan perkembangan infrastruktur konvergensi Telekomunikasi, Penyiaran dan Internet.

Untuk daerah di luar kota besar kondisinya masih sangat jauh dari memadai dalam ketersediaan akses informasinya. Kondisi inilah yang sering disebut dengan kesenjangan akses (informasi) digital atau lebih dikenal dengan istilah digital devide.

Hal ini tercermin dalam peringkat DOI (digital opportunity index) Indonesia tahun 2006 yang masih sangat rendah. Menurut data yang dibuat oleh ITU, peringkat Indonesia berada di posisi ke-105 jauh di bawah Singapura, Malaysia, Thailand dan Philipina. DOI merupakan salah satu indikator perkembangan teknologi informasi dan komunikasi pada suatu negara, yang diukur berdasarkan pada 3 kategori yaitu peluang (opportunity), Infrastruktur (infrastructure) dan Utilitas (utilization). Tentu saja peringkat tersebut masih dapat ditingkatkan bila ada kerjasama yang berkesinambungan antara pemerintah pusat dan daerah.

Pemberdayaan sumber daya manusia dan seluruh potensi yang ada harus ditingkatkan. Hal ini agar perkembangan TIK di indonesia tidak terkonsentrasi di kota-kota besar saja, di pulau Jawa dan beberapa kota propinsi di luar Jawa, yang konon secara bisnis sangat menguntungkan karena merupakan lumbung “gula” yang sangat manis. Bila pemerintah tidak pandai untuk segera mengakselerasi pembangunan infrastruktur di pedesaan ini, maka “semut” pun enggan datang ke sana.

Tidak ada komentar: