Gatot S. Dewa Broto, (Jakarta, 20 Mei 2009).
Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 20 Mei 2009 ini telah menghadiri puncak peringatan Hari Kebangkitan Nasional, yang untuk tahun 2009 ini dilakukan di kantor pusat Studio SCTV, yang terletak di Senayan City, Jakarta. Acara peringatan ini (yang berlangsung dari jam 13.20 s/d. 15.30 WIB) selain dihadiri oleh Ketua MPR, sejumlah Menteri, puluhan direksi BUMN maupun kalangan swasta dan juga menampilkan secara footage terhadap pernyataan kebangsaan oleh Johana Sunarti AH Nasution, Gus Dur, Emil Salim, Anis Baswedan dan WS Rendra.
Acara ini dikemas secara atraktif dan diwarnai dengan penampilan beberapa selebritis seperti group band Coklat dengan lagu populernya “Bendera”, penyanyi Niji dengan lagu “Laskar Pelangi” dan juga penyanyi Bunga Citra Lestari. Acara ini memadukan unsur historis yang melatar-belakangi kesadaran berbangsa melalui Hari Kebangkitan Nasional, juga unsur patriotik melalui lagu-lagu populer saat ini yang patriotik dan penggalakan kembali penggunaan produk dalam negeri dalam konteks ACI (Aku Cinta Indonesia), unsur integratif nasional dan internasional dalam bentuk dialog interaktif antara Presiden RI dengan beberapa warga masyarakat yang berada di tempat-tempat terpencil melalui fasilitas telefon pedesaan dan yang di luar negeri juga sekalipun yaitu yang berada di KBRI di Tokyo dan KBRI di Den Haag serta juga unsur unjuk kemampuan dalam pengembangan tehnologi televisi digital.
Meskipun peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2009 ini lebih sederhana jika dibandingkan dengan peringatan serupa pada tahun 2008 ketika tepat 1 abad peringatan Hari Kebangkitan Nasional, namun esensi rangkaian acaranya jauh lebih konkret sesuai dengan kebutuhan masyarakat saat ini, sebagaimana dilaporkan dalam sambutan pengantarnya oleh Menteri Kominfo Mohammad Nuh sebagai koordinator peringatan Hari Kebangkitan Nasional.
Seperti misalnya ketika Presiden RI meresmikan uji coba televisi digital, maka sejak saat itupula Indonesia telah berusaha mensejajarkan dirinya sebagai salah salah satu bangsa di dunia yang sudah serius dan intensif dalam menuju program digitalisasi televisi pada masa mendatang sebagaimana juga sudah dilakukan uji cobanya oleh beberapa negara maju lainnya meskipun batas akhir realisasinya masih membutuhkan waktu beberapa tahun. Terjadinya perkembangan teknologi penyiaran televisi di dunia yang beralih dari sistem penyiaran analog ke digital memberikan tantangan bagi Indonesia untuk berusaha menyesuaikan dengan perkembangan teknologi tersebut.
Terkait dengan migrasi sistem penyiaran analog ke digital, selain sudah dirintis sejak tahun 2007 melalui adanya Penetapan Standar Penyiaran Digital Terrestrial untuk Telivisi Tidak Bergerak di Indonesia. Ditetapkan dengan Permenkominfo No.07/P/M.KOMINFO/3/2007 tanggal 21 Maret 2007, juga yang cukup penting adalah berupa soft launching uji coba Siaran Televisi Digital di Indonesia oleh Wakil Presiden RI Yusuf Kalla di studio TVRI di Senayan – Jakarta pada tanggal 13 Agustus 2008. Momentum uji coba televisi digital di TVRI dan kini di SCTV tersebut jelas akan menjadi lokomotif bagi perubahan yang cukup signifikan di bidang penyiaran televisi nasional.
Sebagai informasi, saat ini sedang dilakukan uji coba lapangan penyelenggaraan siaran TV digital. Sudah ditetapkan 4 Konsorsium untuk menyelenggarakan ujicoba lapangan: 2 konsorsium sebagai penyelenggara uji coba untuk free-to-air , yaitu PT. Konsorsium Televisi Digital Indonesia dan Konsorsium LPP TVRI – PT. Telkom serta 2 penyelenggara uji coba untuk Mobile TV , yaitu Konsorsium Tren Mobile TV dan Konsorsium Telkom-Telkomsel-Indonusa. Uji coba tersebut bertujuan untuk Mengkaji aspek teknisi dan non teknis dalam penyelenggaraan siaran televisi digital sebagai persiapan migrasi penyiaran analog ke digital.
Perubahan itu tidak hanya penting bagi penyedia konten dan infrastruktur penyiaran, tetapi juga bagi masyarakat, yang dalam catatan Departemen Kominfo telah terdapat sekitar 40 juta unit televisi yang ditonton lebih dari 200 juta orang di seluruh Indonesia. Teknologi TV digital dipilih karena punya banyak kelebihan dibandingkan dengan analog. Teknologi ini punya ketahanan terhadap efek interferensi, derau dan fading, serta kemudahannya untuk dilakukan proses perbaikan ( recovery ) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman/transmisi sinyal. Perbaikan akan dilakukan di bagian penerima dengan suatu kode koreksi error ( error correction code ) tertentu. Kelebihan lainnya adalah efisiensi di banyak hal, antara lain pada spektrum frekuensi (efisiensi bandwidth), efisiensi dalam network transmission , transmission power , maupun consumption power . Di samping itu, TV digital menyajikan gambar dan suara yang jauh lebih stabil dan resolusi lebih tajam ketimbang analog. Hal ini dimungkinkan oleh penggunaan sistem Orthogonal Frequency Division Multiplexing (OFDM) yang tangguh dalam mengatasi efek lintas jamak ( multipath ). Pada sistem analog, efek lintasan jamak menimbulkan echo yang berakibat munculnya gambar ganda (seakan ada bayangan). Kelebihan lainnya adalah ketahanan terhadap perubahan lingkungan yang terjadi karena pergerakan pesawat penerima (untuk penerimaan mobile), misalnya di kendaraan yang bergerak, sehingga tidak terjadi gambar bergoyang atau berubah-ubah kualitasnya seperti pada TV analog saat ini.
Wujud konkret lain yang diketengahkan dalam peringatan Hari Kebangkitan Nasional tahun 2009 ini adalah saat Presiden RI melakukan video conference dengan beberapa tokoh masyarakat di 4 lokasi terpecil, yaitu di Desa Ubrub, Kecamatan Web, Kabupaten Kerom, Provinsi Papua; Desa Adaut, Kecamatan Saumlaki, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku; Desa Sekatak Puji, Kecamatan Sekatak, Kabupaten Bulungan, Provinsi Kalimantan Timur; dan Desa Ranupati, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang.
Yang cukup menarik pada acara ini adalah karena beberapa Duta Besar atau yang mewakili turut diundang termasuk yang dari Australia, Malaysia dan PNG dalam acara video conference ini, karena letak 3 lokasi video conference tepat berhadap-hadapan dengan perbatasan bersama PNG (di Desa Ubrub), Australia (di Desa Adaut) dan Malysia (di Desa Sekatak Puji).
Sesungguhnya bukan saat ini saja Presiden RI melakukan video conference dengan masyarakat di daerah-daerah terluar, sebagaimana yang pernah secara sukses dilakukan pada tanggal 16 Agustus 2008 dari Wisma Negara ke 4 lokasi daerah terpencil, yang tersebar di Nangroe Aceh Darissalam, Maluku, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Secara kebetulan saja, baik untuk acara video conference tanggal 16 Agustus 2008 dan 20 Mei 2009 ini sama-sama dilakukan operasionalisasinya oleh PT Telkomsel, karena jika pada video conference bulan Agustus 2008 lalu PT Telkomsel mengambil inisiatif melalui program Merah Putih, sedangkan untuk bulan Mei 2009 ini adalah gabungan antara PT Telkomsel yang sudah ditetapkan sebagai pemenang lelang USO (Universal Service Obligation / akses telefon pedesaan) dan juga sudah menanda-tangani kontraknya untuk beberapa wilayah Indonesia (terkecuali Sulawesi, Maluku dan Papua yang masih ditender ulang saat ini) dengan kapasitas PT Telkomsel dalam melanjutkan program Merah Putih. Ini perlu dijelaskan, karena 2 lokasi video conference yaitu di Maluku dan Papua belum tersentuh pekerjaan USO yang sedang berlangsung.
Untuk diketahui, Departemen Kominfo melalui program USO sedang mempercepat program pembangunan penyediaan jasa akses telekomunikasi dan informatika perdesaan dalam menyediakan layanan “voice service” yang lebih dikenal dengan Program Desa Berdering di 31.824 desa dan internet (Desa Pinter) di 4.300 kecamatan di seluruh Indonesia yang akan diselesaikan sampai dengan tahun 2010. Sebanyak 24.015 telepon desa dan 69 internet desa di 22 provinsi akan diselesaikan pada tahun 2009, selanjutnya pada tahun 2010 akan diselesaikan 7.773 telepon desa dan 31 internet desa di 10 provinsi. Basis teknologi yang digunakan pada telepon desa dan internet desa adalah teknologi yang memiliki “life time” jangka panjang dan dapat dikembangkan untuk layanan yang lebih “advance” pada saatnya nanti. Dengan adanya program USO ini Departemen Kominfo diharapkan dapat segera memenuhi target Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang RPJM Nasional. Dengan harapan seluruh fasilitas telekomunikasi dimaksud sepenuhnya dapat sebagai sarana yang dapat membantu pemberdayaan masyarakat desa setempat yang digunakan secara berbayar dan agar dapat dimanfaatakn secara baik, sehingga layanan telekomunikasi berkesinambungan serta menciptakan “multiplier effect” disegala bidang sehingga kemakmuran seluruh pelosok Indonesia dapat dinikmati secara merata hingga sampai ke desa-desa.
Dengan berbekal komitmen Indonesia untuk terus mengikuti perkembangan tehnologi informasi terkini dan yang aksesibel di daerah-daerah pelosok Indonesia, melalui peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini Presiden RI kembali mengingatkan publik tentang pentingnya penggunan produk dalam negeri dengan jargon ACI (Aku Cinta Indonesia). Memang program ACI ini sudah dicanangkan secara khusus oleh Presiden RI pada saat Peresmian Pameran INACRAFT pada tanggal 22 April 2009, sehingga yang berlangsung di SCTV ini adalah penggalakan kembali slogan ACI dengan tujuan untuk mengingatkan kembali seluruh masyarakat, bahwa melalui semangat peringatan Hari Kebangkitan Nasional ini ini diharapkan dapat mendorong bagi peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Secara keseluruhan, acara peringatan Hari Kebangkitan Nasional di Studio SCTV ini berlangsung dengan sukses dan lancar.
Pemilihan tempat peringatan acara ini di SCTV sama sekali tidak ada pertimbangan tertentu dari Departemen Kominfo, karena semata-mata karena SCTV adalah salah satu bagian dari Konsorsium Televisi Digital Indonesia (yang secara keseluruhan beranggotakan SCTV, TransTV, Trans7, MetroTV, ANTV dan TVOne), juga karena pada saat yang bersamaan stasiun televisi tersebut meyakan HUT salah satu program unggulannya: Liputan 6 SCTV.
—————
Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP: 0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id, Tel/Fax: 021.3504024).
Kamis, 21 Mei 2009
Senin, 18 Mei 2009
Meraup Digital Devidend Siaran TV Digital
Bernardus Satriyo Dharmanto
Gaung siaran TV digital yang sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu, semakin nyaring sejak pemerintah secara resmi melakukan soft launching siaran TV digital di studio TVRI pada tanggal 13 Agustus 2008 lalu dan akan disusul dengan Grand Launching yang akan dilakukan tanggal 20 Mei 2009 di Jakarta. Hal ini telah memicu para pelaku industri penyiaran untuk berbenah menghadapi perubahan-peruhan yang terjadi. Paling tidak ada beberapa perubahan yang harus dihadapi, antara lain perubahan regulasi, alokasi frekuensi, perubahan teknologi dan model bisnis yang digunakan. Semuanya memberikan konsekuensi beragam bagi para stakeholder industri TV ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sekilas tampak pemerintahlah yang paling banyak memperoleh digital devidend dari migrasi ini, yaitu semakin banyaknya alokasi frekuensi yang dapat “dijual” kepada para pelaku bisnis penyiaran TV, yang semakin banyak mendatangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa BHP (Biaya Hak Penggunaan) frequency. Bahkan dengan teknologi digital ini, PNBP dapat diperoleh bukan hanya dari penyelenggara network provider, melainkan juga bisa dari penyedia content provider.
Sementara para pelaku bisnis dari kalangan swasta seolah harus puas menghadapi digital consequent nya, harus terus melakukan investasi perangkat dan human resource baru, tanpa bisa berbuat banyak demi menjaga kesempatan untuk tetap berbisnis di bidang ini. Namun bila lebih jauh dipelajari, sebenarnya proses migrasi ini dapat memberikan deviden bagi seluruh stakeholder. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing pihak dalam menyikapinya dan ikut terlibat didalamnya.
Selain pemerintah, beberapa pihak telah melakukan persiapan menghadapi migrasi ini. Para pelaku industri penyiaran, dalam hal ini industri radio dan televisilah yang paling banyak terlihat melakukannya. Industri penyiaran TV telah melakukan ujicoba siaran digital melalui pembentukan konsorsium TV digital yang khusus disiapkan untuk menyesuaikan diri dengan model bisnis TV digital. Ini juga mengawali satu era dimana Diversity of Ownership telah dapat di recovery dan mulai diposisikan kembali secara proposional, untuk mencapai model bisnis siaran TV yang lebih optimal.
Perubahan Regulasi
Di bidang regulasi, secara resmi pemerintah Indonesia telah memutuskan teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting – Terrestrial) sebagai standar TV Digital penerimaan tetap di Indonesia. Teknologi ini dipilih karena terbukti memberikan banyak kelebihan dibanding teknologi lainnya. Kelebihan yang paling nyata adalah kemampuannya untuk melakukan effisiensi dalam pemakaian frequency. Karena teknologi ini mampu memultipleks beberapa program sekaligus, di mana paling tidak enam program siaran dapat "dimasukkan" sekaligus ke dalam satu kanal TV berlebar pita 8 MHz, dengan kualitas cukup baik. Ibarat satu lahan, yang tadinya hanya dapat dipergunakan untuk membangun satu gedung, dengan teknologi ini mampu dibangun enam gedung sekaligus tanpa perlu menambah lahan yang ada, dengan kualitas bangunan lebih baik dan daya tampung jauh lebih banyak.
Korelasinya, akan memberikan peluang lebih banyak untuk menempatkan siaran TV di kanal UHF (Ultra High Frequency) yang saat ini sudah penuh sesak dipergunakan, dan bahkan hampir tidak tersisa sama sekali. Dengan teknologi DVB-T ini, semakin banyak siaran TV (digital) dapat ditampung, yang dapat menurunkan kebutuhan alokasi frequency jauh dibawah yang diperlukan saat ini. Dalam hal ini akan terjadi efisiensi penggunaan frequency sehingga pemerintah memiliki kesempatan untuk melakukan re-alokasi dan penataan ulang frequency di kanal UHF, yang berkorelasi positif pada peluang untuk dapat dipergunakannya sebagian kanal frequency yang tersisa untuk aplikasi lainnya.
Perubahan Teknologi
Di sisi teknologi jelas terdapat perubahan yang signifikan, yaitu ketahanan sinyal terhadap efek interferensi, derau dan fading dan kemudahannya untuk dilakukan proses identifikasi dan perbaikan (correction) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman / transmisi. Sehingga di era TV digital ini, masyarakat akan memperoleh digital deviden berupa gambar dan suara yang lebih stabil, halus dan resolusi lebih tajam. Tidak akan ditemui lagi gambar yang bergoyang, berbintik, gambar ganda, warna hilang, suara noise di speaker, dll yang membuat tidak nyaman pemirsa dalam menikmati siaran TV. Disamping itu akan diperoleh efisiensi di banyak hal antara lain efisiensi dalam Network Transmission, efisiensi Transmission Power dan Consumption Power. Efisiensi consumtion power inilah yang secara tidak langsung akan berdampak luas bagi efisiensi konsumsi listrik nasional.
TV Digital memerlukan perubahan & penambahan beberapa perangkat di sisi transmisinya, yang akan disediakan oleh operator TV digital. Perangkat Encoder berfungsi untuk mengolah sinyal Audio dan Video analog menjadi signal Transport Stream berformat ASI (Asynchronous Serial Interface). Biasanya diperlukan beberapa encoder sekaligus agar sinyal yang ditransmisikan memiliki kapasaitas multi program siaran. Signal ASI keluaran beberapa encoder tersebut kemudian dimultiplex menggunakan perangkat Multiplexer untuk diperoleh signal multi program Transport stream. Signal ini kemudian didistribusikan dan dimodulasi untuk kemudian dipancarkan secara terrestrial menggunakan DVB-T Transmitter kepada pelanggan.
Disamping itu mutlak diperlukan perangkat DVB-T Monitoring system, untuk menjaga QoS (Quality of Service) siaran TV Digital. Karena signal TV digital adalah bersifat non linear, dimana disamping kita harus menjaga signal strength pada level tertentu, juga diperlukan monitoring signal quality agar siaran tetap dapat diterima oleh pelanggan dengan kualitas prima. Sehingga perangkat QoS ini menjadi mandatori atau mutlak diperlukan dalam jaringan TV Digital. Beberapa merek perangkat QoS monitoring yang terkenal antara lain Pixelmetrix, R&S dan Textronix.
Di sisi penerima, agar masyarakat dapat menerima siaran TV digital, diperlukan perangkat STB (set top box) yang berfungsi merubah sinyal TV digital agar bisa diterima perangkat TV existing yang saat ini dimiliki masyarakat. Secara teknis perangkat STB ini sudah mampu diproduksi di dalam negeri. STB adalah perangkat yang mutlak diperlukan untuk menangkap siaran TV digital. Perangkat ini berfungsi untuk menerima dan mengolah signal digital yang dipancarkan oleh operator TV digital, kemudian mengkonversinya menjadi sinyal Audio & Video untuk dapat diterima oleh pesawat penerima TV analog yang ada saat ini. Tanpa STB, masyarakat tidak akan dapat menangkap lagi siaran TV yang nantinya akan dirubah ke digital dalam proses migrasi ini.
Ujicoba Siaran TV Digital
Sejak bulan Agustus 2008 telah dilakukan ujicoba siaran DVB-T. Ujicoba ini atas kerjasama beberapa perusahaan seperti TVRI, PT. Telkom, RRI, BPPT, PT. LEN, Pixelmetrix, dan beberapa perusahaan lainnya, setelah dilakukan softlaunching oleh bapak Wakil presiden pada 13 Agustus 2008 lalu. Dalam hal ini siaran TV digital dipancarkan dari lokasi TVRI-Senayan, yang dapat diterima menggunakan pesawat penerima yang dilengkapi dengan STB dalam radius 5-10 km dari Senayan.
Uji coba Siaran TV Digital lainnya juga sudah dimulai sejak bulan Januari 2009 lalu, baik untuk siaran free-to-air berbasis standard DVB-T maupun untuk siaran mobile-TV yang berbasis open standard. Ujicoba ini dilaksanakan oleh konsorsium penyelenggara infrastruktur jaringan penyiaran TV digital. Melalui Peraturan menteri (permen) nomor: 27/P/M.KOMINFO/8/2008, pemerintah telah menetapkan 4 (empat) konsorsium Lembaga penyiaran sebagai penyelenggara ujicoba siaran TV digital, yaitu 2 penyelenggara siaran free-to-air DVB-T dan 2 lainnya penyelenggara untuk siaran mobile TV (DVB-H).
Penyelenggara siaran free-to-air DVB-T terdiri dari konsorsium TVRI dengan PT. Telkom dan Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI), yang beranggotakan 6 (enam) TV Swasta Nasional yaitu SCTV, Antv, TVOne, Trans TV, Trans 7 dan Metro TV. Disamping itu ada 2 penyelenggara siaran mobile TV (DVB-H), yaitu Konsorsium PT. Tren Mobile / MNC yang beranggotakan RCTI, TPI dan Global TV dan Konsorsium antara PT. Telkom, PT.Telkomsel dan PT Indonusa Telemedia (Telkomvision). Siaran inilah yang akan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia secara resmi tanggal 20 Mei 2009 di Jakarta.
Lingkup Ujicoba siaran TV Digital meliputi antara lain model penyelenggaraan, Karakteristik propagasi dan jangkauan layanan siaran, Kualitas gambar dan suara, Kemampuan penerimaan dalam bentuk pelayanan fixed, portable, atau mobile, Kemampuan untuk dioperasikan dengan sistem jaringan Single Frequency Network (SFN), Program siaran (konten) termasuk layanan data, dan kesiapan serta minat masyarakat terhadap siaran televisi digital.
Alokasi frequency radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, disediakan sebanyak 4 (empat) kanal frequency radio, yaitu kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF. Sedangkan Alokasi frequency radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital mobile TV menggunakan 2 (dua) kanal frequency radio yaitu kanal 24 dan 26 UHF dengan standar yang berbeda.
Dalam rangka monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital, Menteri membentuk tim yang terdiri dari Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Perindustrian, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan unsur lain yang dipandang perlu untuk melakukan penilaian atas pelaksanaan Uji Coba Siaran Televisi Digital dan nantinya bertugas memberikan laporan kepada Menteri.
Uji Coba Siaran Televisi Digital bertujuan untuk mengkaji setiap aspek teknis dan non-teknis berupa performansi perangkat dan sistem, model penyelenggaraan siaran televisi digital, dan fitur layanan televisi digital yang diharapkan masyarakat.
Untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, penyelenggara wajib menyediakan alat bantu penerima siaran televisi digital (set top box) MPEG-2 yang memenuhi ketentuan teknis dengan fitur yang mampu memberikan layanan data dengan menu Bahasa Indonesia, informasi ramalan cuaca, keadaan lalu lintas, keuangan, peringatan dini bencana alam, berita, dan dapat dilengkapi dengan sarana pengukuran rating TV. STB yang digunakan harus dapat menerima siaran televisi digital dari semua penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital free-to-air.
Dalam menyelenggarakan Uji Coba Siaran Televisi Digital, penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital harus memenuhi ketentuan antara lain menggunakan frekuensi radio sesuai dengan peruntukannya, menayangkan iklan dan running text (tulisan bergerak) yang bersifat promosi siaran digital kepada masyarakat, isi siaran dalam penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital bersifat edukatif, hiburan, dan berita. Durasi Uji Coba Siaran Televisi Digital berlangsung sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam per hari.
Digital Devidend
Migrasi TV digital ini merupakan tuntutan global, terkait dengan hubungan perdagangan dan industri serta penanaman modal dengan negara lain, karena hampir semua negara di dunia sudah dan atau sedang mempersiapkannya. Juga bertujuan untuk melaksanakan rekomendasi “Mask” Concept RRC06, the Regional Radio Conference 2006 di Geneva, dimana Indonesia telah meratifikasinya. Hal ini untuk melakukan strukturisasi pembangunan Terrestrial broadcasting menuju all-digital future dan exploitasi maximum keuntungan digital transmission pada T-DAB dan DVB-T di Band III dan DVB-T di Band IV dan V, dalam masa transisi dari tahun 2006 ke tahun 2015.
Sebagian besar negara Eropa telah melakukan migrasi total ke siaran TV Digital. Belanda bahkan telah memutuskan untuk melakukan switch off siaran TV analognya (Analog Switch Off / ASO) sejak 11 Desember 2006 lalu. Begitu pula Belgia pada 3 November 2008. Jerman telah melakukan hal sama pada 2 Desember 2008 lalu. Di Inggris, akhir tahun 2005 dilakukan uji coba mematikan beberapa siaran analog untuk menguji bahwa penghentian total sistem analog memang bisa dilakukan pada tahun 2012. Bahkan di Amerika, kongres AS telah menentukan tanggal untuk menghentikan siaran TV analog secara total (switched off) pada 12 Juni 2009, setelah beberapa kali mengalami penundaan. Begitu pula Jepang pada bulan Juli tahun 2011 dan Australia merencanakan melakukan ASO secara bertahap dimulai pada Januari 2010 dan ASO secara total pada bulan Desember tahun 2013.
Negara-negara di kawasan Asia juga akan mengikuti migrasi total dari sistem analog ke digital. Di Singapura, TV digital telah diluncurkan sejak Februari 2001, dimulai dengan peluncuran siaran mobile TV. Bahkan sejak tahun 2006 telah dilakukan ujicoba siaran HDTV (High Definition TV). Di Malaysia, ujicoba siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998 dengan dukungan dana sangat besar dari pemerintah dan saat ini siaran TV Digital bisa dinikmati lebih dari 2 juta rumah, direncanakan pemerintah Malaysia akan mematikan siaran analognya (Analog Cut Off) pada tahun 2015. Philipina juga telah memulai siaran TV Digital mobile sejak tahun 2007.
Banyak pihak sudah menunggu implementasi TV digital ini dan diharapkan masyarakat dapat menikmati digital deviden dari proses migrasi ini. Diyakini migrasi ini merupakan momentum sekaligus merupakan salah satu milestone penting kebangkitan teknologi nasional di bidang penyiaran. Milestone yang dimulai sejak peluncuran siaran TVRI pertama kali oleh presiden Soekarno pada 17 Agustus 1962, dilanjutkan program SKSD (Sistem Komunikasi Satelit Domestik) Palapa oleh Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1976 dan diharapkan peluncuran TV digital ini menjadi momentum nasional yang diluncurkan oleh Presiden SBY.
Ada 3 phase yang ditentukan pemerintah dalam implementasi TV digital ini. Phase I (tahun 2008-2012) ditandai dengan pelaksanaan field trial yang dilaksanakan selama kmaksimum 1 (satu) tahun. Dalam periode ini tidak akan ada penerbitan ijin baru untuk analog TV setelah beroperasinya digital TV network provider. Pada phase ini juga mulai diberikan ijin baru bagi digital TV network provider dan pengenalan standar DVB-T dan DAB (Digital Audio Broadcasting) untuk penyiaran radio. Phase ini juga ditandai dengan simulcast periode dimana siaran TV analog dan digital disiarkan secara bersamaan. Phase ini juga dilakukan proses mendorong industri nasional untuk memproduksi STB .
Phase II (tahun 2013-2017) akan ditandai dengan proses analog switch off di beberapa kota besar dan pemberian ijin baru kepada penyelenggara siaran digital secara lebih intensif.
Phase III (tahun 2018) akan ditandai dengan totally analog switch off, fully digital, digital TV broadcasting beroperasi di band IV dan V UHF serta channel 49 UHF dan seterusnya akan digunakan untuk penyelenggaraan International Mobile Telecommunication dan Public Protection Disaster Relief.
Adanya perubahan model bisnis di era TV Digital ini memungkinkan dilakukannya efisiensi penggunaan infrastruktur misalnya penggunaan tower bersama, yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan masyarakat dengan dihilangkannya “hutan tower” yang saat ini terjadi. Dalam penyiaran digital akan dipisahkan antara penyelenggara atau penyedia konten (content provider) dan penyelenggara jaringan (network provider), yang dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut menikmati kue bisnis penyedia konten TV dan program-program tambahan lainnya seperti citizen journalism video report, traffic report, disaster report dll. Kita tunggu kesempatan ini agar masyarakat jangan hanya terposisikan sebagai pihak yang dirugikan, karena ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan ketidaktersediaan pilihan lainnya, namun agar masyarakat dapat meraup digital devidend yang nyata dari migrasi ini.
Bernardus Satriyo Dharmanto, pemerhati penyiaran dan konvergensi multimedia
Gaung siaran TV digital yang sudah terdengar sejak beberapa waktu lalu, semakin nyaring sejak pemerintah secara resmi melakukan soft launching siaran TV digital di studio TVRI pada tanggal 13 Agustus 2008 lalu dan akan disusul dengan Grand Launching yang akan dilakukan tanggal 20 Mei 2009 di Jakarta. Hal ini telah memicu para pelaku industri penyiaran untuk berbenah menghadapi perubahan-peruhan yang terjadi. Paling tidak ada beberapa perubahan yang harus dihadapi, antara lain perubahan regulasi, alokasi frekuensi, perubahan teknologi dan model bisnis yang digunakan. Semuanya memberikan konsekuensi beragam bagi para stakeholder industri TV ini.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sekilas tampak pemerintahlah yang paling banyak memperoleh digital devidend dari migrasi ini, yaitu semakin banyaknya alokasi frekuensi yang dapat “dijual” kepada para pelaku bisnis penyiaran TV, yang semakin banyak mendatangkan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berupa BHP (Biaya Hak Penggunaan) frequency. Bahkan dengan teknologi digital ini, PNBP dapat diperoleh bukan hanya dari penyelenggara network provider, melainkan juga bisa dari penyedia content provider.
Sementara para pelaku bisnis dari kalangan swasta seolah harus puas menghadapi digital consequent nya, harus terus melakukan investasi perangkat dan human resource baru, tanpa bisa berbuat banyak demi menjaga kesempatan untuk tetap berbisnis di bidang ini. Namun bila lebih jauh dipelajari, sebenarnya proses migrasi ini dapat memberikan deviden bagi seluruh stakeholder. Hal ini sangat tergantung dari kesiapan masing-masing pihak dalam menyikapinya dan ikut terlibat didalamnya.
Selain pemerintah, beberapa pihak telah melakukan persiapan menghadapi migrasi ini. Para pelaku industri penyiaran, dalam hal ini industri radio dan televisilah yang paling banyak terlihat melakukannya. Industri penyiaran TV telah melakukan ujicoba siaran digital melalui pembentukan konsorsium TV digital yang khusus disiapkan untuk menyesuaikan diri dengan model bisnis TV digital. Ini juga mengawali satu era dimana Diversity of Ownership telah dapat di recovery dan mulai diposisikan kembali secara proposional, untuk mencapai model bisnis siaran TV yang lebih optimal.
Perubahan Regulasi
Di bidang regulasi, secara resmi pemerintah Indonesia telah memutuskan teknologi DVB-T (Digital Video Broadcasting – Terrestrial) sebagai standar TV Digital penerimaan tetap di Indonesia. Teknologi ini dipilih karena terbukti memberikan banyak kelebihan dibanding teknologi lainnya. Kelebihan yang paling nyata adalah kemampuannya untuk melakukan effisiensi dalam pemakaian frequency. Karena teknologi ini mampu memultipleks beberapa program sekaligus, di mana paling tidak enam program siaran dapat "dimasukkan" sekaligus ke dalam satu kanal TV berlebar pita 8 MHz, dengan kualitas cukup baik. Ibarat satu lahan, yang tadinya hanya dapat dipergunakan untuk membangun satu gedung, dengan teknologi ini mampu dibangun enam gedung sekaligus tanpa perlu menambah lahan yang ada, dengan kualitas bangunan lebih baik dan daya tampung jauh lebih banyak.
Korelasinya, akan memberikan peluang lebih banyak untuk menempatkan siaran TV di kanal UHF (Ultra High Frequency) yang saat ini sudah penuh sesak dipergunakan, dan bahkan hampir tidak tersisa sama sekali. Dengan teknologi DVB-T ini, semakin banyak siaran TV (digital) dapat ditampung, yang dapat menurunkan kebutuhan alokasi frequency jauh dibawah yang diperlukan saat ini. Dalam hal ini akan terjadi efisiensi penggunaan frequency sehingga pemerintah memiliki kesempatan untuk melakukan re-alokasi dan penataan ulang frequency di kanal UHF, yang berkorelasi positif pada peluang untuk dapat dipergunakannya sebagian kanal frequency yang tersisa untuk aplikasi lainnya.
Perubahan Teknologi
Di sisi teknologi jelas terdapat perubahan yang signifikan, yaitu ketahanan sinyal terhadap efek interferensi, derau dan fading dan kemudahannya untuk dilakukan proses identifikasi dan perbaikan (correction) terhadap sinyal yang rusak akibat proses pengiriman / transmisi. Sehingga di era TV digital ini, masyarakat akan memperoleh digital deviden berupa gambar dan suara yang lebih stabil, halus dan resolusi lebih tajam. Tidak akan ditemui lagi gambar yang bergoyang, berbintik, gambar ganda, warna hilang, suara noise di speaker, dll yang membuat tidak nyaman pemirsa dalam menikmati siaran TV. Disamping itu akan diperoleh efisiensi di banyak hal antara lain efisiensi dalam Network Transmission, efisiensi Transmission Power dan Consumption Power. Efisiensi consumtion power inilah yang secara tidak langsung akan berdampak luas bagi efisiensi konsumsi listrik nasional.
TV Digital memerlukan perubahan & penambahan beberapa perangkat di sisi transmisinya, yang akan disediakan oleh operator TV digital. Perangkat Encoder berfungsi untuk mengolah sinyal Audio dan Video analog menjadi signal Transport Stream berformat ASI (Asynchronous Serial Interface). Biasanya diperlukan beberapa encoder sekaligus agar sinyal yang ditransmisikan memiliki kapasaitas multi program siaran. Signal ASI keluaran beberapa encoder tersebut kemudian dimultiplex menggunakan perangkat Multiplexer untuk diperoleh signal multi program Transport stream. Signal ini kemudian didistribusikan dan dimodulasi untuk kemudian dipancarkan secara terrestrial menggunakan DVB-T Transmitter kepada pelanggan.
Disamping itu mutlak diperlukan perangkat DVB-T Monitoring system, untuk menjaga QoS (Quality of Service) siaran TV Digital. Karena signal TV digital adalah bersifat non linear, dimana disamping kita harus menjaga signal strength pada level tertentu, juga diperlukan monitoring signal quality agar siaran tetap dapat diterima oleh pelanggan dengan kualitas prima. Sehingga perangkat QoS ini menjadi mandatori atau mutlak diperlukan dalam jaringan TV Digital. Beberapa merek perangkat QoS monitoring yang terkenal antara lain Pixelmetrix, R&S dan Textronix.
Di sisi penerima, agar masyarakat dapat menerima siaran TV digital, diperlukan perangkat STB (set top box) yang berfungsi merubah sinyal TV digital agar bisa diterima perangkat TV existing yang saat ini dimiliki masyarakat. Secara teknis perangkat STB ini sudah mampu diproduksi di dalam negeri. STB adalah perangkat yang mutlak diperlukan untuk menangkap siaran TV digital. Perangkat ini berfungsi untuk menerima dan mengolah signal digital yang dipancarkan oleh operator TV digital, kemudian mengkonversinya menjadi sinyal Audio & Video untuk dapat diterima oleh pesawat penerima TV analog yang ada saat ini. Tanpa STB, masyarakat tidak akan dapat menangkap lagi siaran TV yang nantinya akan dirubah ke digital dalam proses migrasi ini.
Ujicoba Siaran TV Digital
Sejak bulan Agustus 2008 telah dilakukan ujicoba siaran DVB-T. Ujicoba ini atas kerjasama beberapa perusahaan seperti TVRI, PT. Telkom, RRI, BPPT, PT. LEN, Pixelmetrix, dan beberapa perusahaan lainnya, setelah dilakukan softlaunching oleh bapak Wakil presiden pada 13 Agustus 2008 lalu. Dalam hal ini siaran TV digital dipancarkan dari lokasi TVRI-Senayan, yang dapat diterima menggunakan pesawat penerima yang dilengkapi dengan STB dalam radius 5-10 km dari Senayan.
Uji coba Siaran TV Digital lainnya juga sudah dimulai sejak bulan Januari 2009 lalu, baik untuk siaran free-to-air berbasis standard DVB-T maupun untuk siaran mobile-TV yang berbasis open standard. Ujicoba ini dilaksanakan oleh konsorsium penyelenggara infrastruktur jaringan penyiaran TV digital. Melalui Peraturan menteri (permen) nomor: 27/P/M.KOMINFO/8/2008, pemerintah telah menetapkan 4 (empat) konsorsium Lembaga penyiaran sebagai penyelenggara ujicoba siaran TV digital, yaitu 2 penyelenggara siaran free-to-air DVB-T dan 2 lainnya penyelenggara untuk siaran mobile TV (DVB-H).
Penyelenggara siaran free-to-air DVB-T terdiri dari konsorsium TVRI dengan PT. Telkom dan Konsorsium TV Digital Indonesia (KTDI), yang beranggotakan 6 (enam) TV Swasta Nasional yaitu SCTV, Antv, TVOne, Trans TV, Trans 7 dan Metro TV. Disamping itu ada 2 penyelenggara siaran mobile TV (DVB-H), yaitu Konsorsium PT. Tren Mobile / MNC yang beranggotakan RCTI, TPI dan Global TV dan Konsorsium antara PT. Telkom, PT.Telkomsel dan PT Indonusa Telemedia (Telkomvision). Siaran inilah yang akan diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia secara resmi tanggal 20 Mei 2009 di Jakarta.
Lingkup Ujicoba siaran TV Digital meliputi antara lain model penyelenggaraan, Karakteristik propagasi dan jangkauan layanan siaran, Kualitas gambar dan suara, Kemampuan penerimaan dalam bentuk pelayanan fixed, portable, atau mobile, Kemampuan untuk dioperasikan dengan sistem jaringan Single Frequency Network (SFN), Program siaran (konten) termasuk layanan data, dan kesiapan serta minat masyarakat terhadap siaran televisi digital.
Alokasi frequency radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, disediakan sebanyak 4 (empat) kanal frequency radio, yaitu kanal 40, 42, 44 dan 46 UHF. Sedangkan Alokasi frequency radio untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital mobile TV menggunakan 2 (dua) kanal frequency radio yaitu kanal 24 dan 26 UHF dengan standar yang berbeda.
Dalam rangka monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital, Menteri membentuk tim yang terdiri dari Departemen Komunikasi dan Informatika, Departemen Perindustrian, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan unsur lain yang dipandang perlu untuk melakukan penilaian atas pelaksanaan Uji Coba Siaran Televisi Digital dan nantinya bertugas memberikan laporan kepada Menteri.
Uji Coba Siaran Televisi Digital bertujuan untuk mengkaji setiap aspek teknis dan non-teknis berupa performansi perangkat dan sistem, model penyelenggaraan siaran televisi digital, dan fitur layanan televisi digital yang diharapkan masyarakat.
Untuk Uji Coba Siaran Televisi Digital penerimaan tetap free-to-air, penyelenggara wajib menyediakan alat bantu penerima siaran televisi digital (set top box) MPEG-2 yang memenuhi ketentuan teknis dengan fitur yang mampu memberikan layanan data dengan menu Bahasa Indonesia, informasi ramalan cuaca, keadaan lalu lintas, keuangan, peringatan dini bencana alam, berita, dan dapat dilengkapi dengan sarana pengukuran rating TV. STB yang digunakan harus dapat menerima siaran televisi digital dari semua penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital free-to-air.
Dalam menyelenggarakan Uji Coba Siaran Televisi Digital, penyelenggara Uji Coba Siaran Televisi Digital harus memenuhi ketentuan antara lain menggunakan frekuensi radio sesuai dengan peruntukannya, menayangkan iklan dan running text (tulisan bergerak) yang bersifat promosi siaran digital kepada masyarakat, isi siaran dalam penyelenggaraan Uji Coba Siaran Televisi Digital bersifat edukatif, hiburan, dan berita. Durasi Uji Coba Siaran Televisi Digital berlangsung sekurang-kurangnya 12 (dua belas) jam per hari.
Digital Devidend
Migrasi TV digital ini merupakan tuntutan global, terkait dengan hubungan perdagangan dan industri serta penanaman modal dengan negara lain, karena hampir semua negara di dunia sudah dan atau sedang mempersiapkannya. Juga bertujuan untuk melaksanakan rekomendasi “Mask” Concept RRC06, the Regional Radio Conference 2006 di Geneva, dimana Indonesia telah meratifikasinya. Hal ini untuk melakukan strukturisasi pembangunan Terrestrial broadcasting menuju all-digital future dan exploitasi maximum keuntungan digital transmission pada T-DAB dan DVB-T di Band III dan DVB-T di Band IV dan V, dalam masa transisi dari tahun 2006 ke tahun 2015.
Sebagian besar negara Eropa telah melakukan migrasi total ke siaran TV Digital. Belanda bahkan telah memutuskan untuk melakukan switch off siaran TV analognya (Analog Switch Off / ASO) sejak 11 Desember 2006 lalu. Begitu pula Belgia pada 3 November 2008. Jerman telah melakukan hal sama pada 2 Desember 2008 lalu. Di Inggris, akhir tahun 2005 dilakukan uji coba mematikan beberapa siaran analog untuk menguji bahwa penghentian total sistem analog memang bisa dilakukan pada tahun 2012. Bahkan di Amerika, kongres AS telah menentukan tanggal untuk menghentikan siaran TV analog secara total (switched off) pada 12 Juni 2009, setelah beberapa kali mengalami penundaan. Begitu pula Jepang pada bulan Juli tahun 2011 dan Australia merencanakan melakukan ASO secara bertahap dimulai pada Januari 2010 dan ASO secara total pada bulan Desember tahun 2013.
Negara-negara di kawasan Asia juga akan mengikuti migrasi total dari sistem analog ke digital. Di Singapura, TV digital telah diluncurkan sejak Februari 2001, dimulai dengan peluncuran siaran mobile TV. Bahkan sejak tahun 2006 telah dilakukan ujicoba siaran HDTV (High Definition TV). Di Malaysia, ujicoba siaran TV digital juga sudah dirintis sejak 1998 dengan dukungan dana sangat besar dari pemerintah dan saat ini siaran TV Digital bisa dinikmati lebih dari 2 juta rumah, direncanakan pemerintah Malaysia akan mematikan siaran analognya (Analog Cut Off) pada tahun 2015. Philipina juga telah memulai siaran TV Digital mobile sejak tahun 2007.
Banyak pihak sudah menunggu implementasi TV digital ini dan diharapkan masyarakat dapat menikmati digital deviden dari proses migrasi ini. Diyakini migrasi ini merupakan momentum sekaligus merupakan salah satu milestone penting kebangkitan teknologi nasional di bidang penyiaran. Milestone yang dimulai sejak peluncuran siaran TVRI pertama kali oleh presiden Soekarno pada 17 Agustus 1962, dilanjutkan program SKSD (Sistem Komunikasi Satelit Domestik) Palapa oleh Presiden Soeharto pada 16 Agustus 1976 dan diharapkan peluncuran TV digital ini menjadi momentum nasional yang diluncurkan oleh Presiden SBY.
Ada 3 phase yang ditentukan pemerintah dalam implementasi TV digital ini. Phase I (tahun 2008-2012) ditandai dengan pelaksanaan field trial yang dilaksanakan selama kmaksimum 1 (satu) tahun. Dalam periode ini tidak akan ada penerbitan ijin baru untuk analog TV setelah beroperasinya digital TV network provider. Pada phase ini juga mulai diberikan ijin baru bagi digital TV network provider dan pengenalan standar DVB-T dan DAB (Digital Audio Broadcasting) untuk penyiaran radio. Phase ini juga ditandai dengan simulcast periode dimana siaran TV analog dan digital disiarkan secara bersamaan. Phase ini juga dilakukan proses mendorong industri nasional untuk memproduksi STB .
Phase II (tahun 2013-2017) akan ditandai dengan proses analog switch off di beberapa kota besar dan pemberian ijin baru kepada penyelenggara siaran digital secara lebih intensif.
Phase III (tahun 2018) akan ditandai dengan totally analog switch off, fully digital, digital TV broadcasting beroperasi di band IV dan V UHF serta channel 49 UHF dan seterusnya akan digunakan untuk penyelenggaraan International Mobile Telecommunication dan Public Protection Disaster Relief.
Adanya perubahan model bisnis di era TV Digital ini memungkinkan dilakukannya efisiensi penggunaan infrastruktur misalnya penggunaan tower bersama, yang dapat meningkatkan kenyamanan dan keamanan masyarakat dengan dihilangkannya “hutan tower” yang saat ini terjadi. Dalam penyiaran digital akan dipisahkan antara penyelenggara atau penyedia konten (content provider) dan penyelenggara jaringan (network provider), yang dapat membuka peluang bagi masyarakat untuk ikut menikmati kue bisnis penyedia konten TV dan program-program tambahan lainnya seperti citizen journalism video report, traffic report, disaster report dll. Kita tunggu kesempatan ini agar masyarakat jangan hanya terposisikan sebagai pihak yang dirugikan, karena ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan ketidaktersediaan pilihan lainnya, namun agar masyarakat dapat meraup digital devidend yang nyata dari migrasi ini.
Bernardus Satriyo Dharmanto, pemerhati penyiaran dan konvergensi multimedia
Langganan:
Postingan (Atom)